"Ada instrumen diisi tiap hari. Jadi petugas harus ngisi tiap hari itu, ngisi tiap hari. Ini si Fulan bagaimana kelakuannya, hari itu juga diklik ke kami. Anak-anak tidak bisa main-main, nggak bisa intervensi. Pura-pura baik nggak bisa," ujar Sri Puguh di sela rapat kerja teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).
Laporan itu disebut Sri Puguh disampaikan dalam laporan yang tertuang dalam gawai berupa Tablet. Sri Puguh menyebut laporan pada tiap-tiap lapas itu akan sampai ke pusat di Ditjen Pas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu ganti tugas, Tab-nya (Tablet) diserahkan kepada (petugas) yang berikutnya. Setelah (itu) melaporkan kepada pimpinan. Sekarang ini nggak ada itu (jual-beli). Jadi butuh penguatan yang sungguh-sungguh dari kami sehingga tidak miss lagi," ujar Sri Puguh.
Sebelumnya, kasus suap yang melibatkan mantan Kalapas Sukamiskin terkuak dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Wahid Husen, yang pada saat ditangkap menjabat Kalapas Sukamiskin, diduga menerima suap dari napi untuk memberikan sejumlah fasilitas.
Wahid divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah menerima suap dari napi bernama Fahmi Darmawansyah berkaitan dengan fasilitas mewah.
![]() |
Atasi Overkapasitas, Ditjen Pas akan Bagi Lapas Jadi 4 Kategori
Selain itu, Ditjen Pas akan membagi kategori lapas menjadi empat untuk mengatasi persoalan overkapasitas. Tiap kategori lapas itu akan memiliki kriteria masing-masing bagi napi dengan tingkat kelonggaran aturan yang berbeda-beda.
Empat kategori lapas itu antara lain super-maximum security, maximum security, medium security, dan minimum security. Pembagian kategori lapas itu, disebut Sri Puguh, untuk memudahkan karakteristik napi yang menghuninya nanti.
"Bagaimana kita membuat flow yang tepat dari lapas ber-maximum security, maximum security ini, dan minimum security sehingga kepadatan hunian terdistribusi dan tidak mampet di satu tempat," ujar Sri Puguh.
Pembagian itu, menurut Sri Puguh, dapat membedakan antara napi yang sudah mengikuti pembinaan dan napi yang baru menghuni lapas karena selama ini menurutnya masih banyak napi yang asal ditampung dalam satu lapas. Pembeda itu, disebut Sri Puguh, agar pembinaan dapat difokuskan sehingga para napi yang sudah lebih baik dalam hal pembinaan bisa mendapatkan pengurangan hukuman seperti remisi atau pengajuan pembebasan bersyarat.
"Contoh misalnya di lapas terbuka itu sudah bisa (bertemu keluarga) karena mereka sudah melewati tahapan 6 bulan. Kemudian di (lapas) medium (security), hasil asesmen dilatih cara memotong rambut yang baik, menjahit, membuat roti, dan seterusnya. Setelah ada sertifikat mereka digerakkan ke (lapas) minimum security," sebut Sri Puguh.
Para napi yang sudah dibina itu nantinya akan dinilai apakah perilakunya sudah berubah atau belum, pun termasuk keahlian yang diberikan pada saat pembinaan. Pelbagai persyaratan itu disebut Sri Puguh dapat membuat para napi itu mendapatkan pertimbangan bila mengajukan remisi atau pembebasan bersyarat.
"Kenapa sih orang itu dikasih remisi? Apa dasarnya? Ya ini ya sudah karena melaksanakan pidana yang sekian waktu ya kita kasih remisi, 6 bulan misalnya, kita kasih sebulan. Nanti tidak akan kita kasih remisi kalau yang bersangkutan tidak menghasilkan perilaku baik, tidak menghasilkan produk barang maupun jasa," kata Sri Puguh.
Cara itu, disebut Sri Puguh, merupakan implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan. Sejauh ini, menurut Sri Puguh, sudah ada 138 lapas yang mengikuti proyek percontohan implementasi ini.
Simak Juga 'Kiriman Sabu Napi Lapas Palembang Digagalkan Petugas':
(dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini