Perbedaan sikap itu tecermin lewat putusan yang baru saja diketok, Selasa (16/4/2019), pagi tadi. Sembilan hakim MK memutuskan hitung cepat baru boleh dilakukan pukul 15.00 WIB.
"Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Menolak permohonan provisi pemohon 1-6 untuk seluruhnya," putus Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK, Selasa (16/4).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MK, perubahan pendirian Mahkamah bukanlah sesuatu yang tanpa dasar. Hal demikian merupakan sesuatu yang lazim terjadi. MK mencontohkan di Amerika Serikat yang telah menjadi praktik yang lumrah di mana pengadilan mengubah pendiriannya dalam soal-soal yang berkait dengan konstitusi.
"Perubahan demikian dilakukan dalam rangka melindungi hak konstitusional warga negara," ucap Anwar dalam pertimbangannya.
MK mencontohkan kasus pemisahan sekolah warna berdasarkan warna kulit di AS. Pada 1896, MK Amerika Serikat menyatakan hal itu bukan diskriminasi atas dasar prinsip separate but equal (terpisah tetapi sama). Namun pendirian itu diubah pada 1954. Supreme Court memutuskan pemisahan sekolah yang didasarkan atas dasar warna kulit bertentangan dengan konstitusi.
"Oleh karena itu, Indonesia yang termasuk ke dalam negara penganut tradisi civil law, yang tidak terikat secara ketat pada prinsip precedent atau stare decisis, tentu tidak terdapat hambatan secara doktriner maupun praktik untuk mengubah pendiriannya. Hal yang terpenting, sebagaimana dalam putusan-putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat, adalah menjelaskan mengapa perubahan pendirian tersebut harus dilakukan," papar Anwar.
Putusan MK yang membolehkan quick count mulai pukul 15.00 WIB itu tetap dihormati oleh penggugatnya.
Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) sebagai salah satu pemohon mengaku menghormati putusan MK itu.
"Kami hormati keputusan hakim, walau kami tidak setuju," kata pendiri AROPI Denny JA.
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK mengaku menerima putusan itu. Ia mengatakan akan terlebih dahulu melakukan pembahasan internal terkait putusan tersebut.
"Begini, ini adalah keputusan terakhir, keputusan final. Kami akan membahas secara internal, akan mengambil langkah yang akan harus kita lakukan. Karena kita harus mempersiapkan baik quick count ini. Pada prinsipnya, kami menerima keputusan Mahkamah Konstitusi tertinggi di Indonesia," kata Ishadi SK.
Halaman 2 dari 2











































