Berdasarkan jadwal sidang yang dilansir website MK, Selasa (16/4), MK akan membacakan putusan Nomor 24/PUU-XVII/2019 dan 25/PUU-XVII/2019 pukul 10.00 WIB. Putusan itu atas permohonan sejumlah stasiun televisi dan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI).
Pemohon menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang melarang quick count sejak pagi hari. Pasal yang melarang adalah Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun Pasal 449 ayat 5 berbunyi:
Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
"Di zaman dengan kecepatan informasi saat ini, di mana masyarakat mengakses melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan sebagainya, justru penundaan itu berpotensi untuk munculnya penyebaran fake news atau berita-berita palsu. Karena 2 jam di waktu Indonesia barat itu sama dengan 4 jam di waktu Indonesia timur. Empat jam adalah waktu yang sangat panjang bagi munculnya berbagai informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata kuasa hukum pemohon gugatan, Andi Syafrani.
Pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, UU juga melarang quick count sejak pagi, tapi MK membatalkannya. Padahal, materi muatan pasal di atas sudah dihapuskan oleh MK pada 2009 dan 2014.
"Haruslah diingat bahwa sejak awal sudah diketahui oleh umum (notoir feiten) bahwa quick count bukanlah hasil resmi sehingga tidak dapat disikapi sebagai hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui," demikian bunyi putusan MK tahun 2009.
5 Surat Suara di Pemilu 2019, Yuk Kenali Warna dan Cirinya:
(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini