"Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia), itu sudah sangat jelas. Jadi pedoman untuk seluruh anggota Polri untuk menjaga netralitas dalam setiap kontestasi politik," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2019).
Dedi menjelaskan ayat 1 Pasal 28 UU tersebut mengatur polisi tak terlibat politik praktis. Dia juga menyatakan UU tersebut menyatakan polisi tak memiliki hak memilih dan dipilih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya pada ayat 3, Dedi menerangkan, polisi bisa saja terlibat politik praktis. Tapi, syaratnya, polisi tersebut sudah mundur atau pensiun dari institusi Polri.
"Pasal 3, apabila Polri mau menggunakan hak politiknya, maka mengajukan dan mengundurkan diri," ucap Dedi.
Dedi menegaskan, jika oknum polisi terbukti berpolitik praktis, akan ada sanksi. Dia menyatakan sanksi itu diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Artinya, kalau ada oknum anggota Polri yang terbukti secara fakta hukum, pasti secara tegas akan melakukan penindakan sesuai aturan hukum yang berlaku," tutur Dedi.
"Jadi kita menghilangkan dan tidak berpikir pada tatanan persepsi. Kita kalau berpikir pada tatanan persepsi, jauh dari fakta. Nggak ada fakta dan datanya, jadi nggak usah dipercaya. Kita minta masyarakat berpikir tegas dan cerdas," lanjut Dedi.
Prabowo sebelumnya menyebut Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menjamin jajarannya netral dalam Pemilu 2019. Namun, apabila ada ditemukan polisi yang tidak netral, Prabowo meminta pendukungnya untuk mencatat namanya.
"Kapolri menjamin kepada saya bahwa polisi netral. Kalau ada yang nggak netral, catat namanya! Saya percaya Kapolri, tapi kalau ada yang menyimpang, catat namanya," ujar Prabowo dalam orasinya saat berkampanye di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/4). (aud/haf)











































