Larangan Quick Count Pemilu Picu Munculnya Berita Palsu

Larangan Quick Count Pemilu Picu Munculnya Berita Palsu

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 02 Apr 2019 16:51 WIB
Gedung MK (ari/detikcom)
Jakarta - UU Pemilu melarang quick count sebelum 2 jam TPS di Indonesia barat ditutup. Hal ini ditentang oleh pelaku media dan pemerhati demokrasi.

"Di zaman dengan kecepatan informasi saat ini, di mana masyarakat mengakses melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan sebagainya, justru penundaan itu berpotensi untuk munculnya penyebaran fake news atau berita-berita palsu. Karena 2 jam di waktu Indonesia barat itu sama dengan 4 jam di waktu Indonesia timur. Empat jam adalah waktu yang sangat panjang bagi munculnya berbagai informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata kuasa hukum pemohon gugatan, Andi Syafrani.

Hal itu disampaikan Andi dalam sidang perdana di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2019). Hadir dalam kesempatan itu Komisaris Transmedia yang juga Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Republik Indonesia (ATVSI), Ishadi SK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena itu, di zaman yang serba cepat ini, justru pasal ini semakin tidak sesuai dengan kondisinya dengan melarang penyampaian hasil penghitungan cepat 2 jam setelah selesai penghitungan di waktu Indonesia barat," ujarnya.


Pasal yang melarang adalah Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu:

Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang.

Adapun Pasal 449 ayat 5 berbunyi:

Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.

Atas larangan itu, 5 stasiun tersebut, yakni Trans TV, Metro TV, RCTI, tvOne, dan Indosiar, meminta keadilan ke MK.

"Menyatakan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Andi.


Menanggapi permohonan itu, MK meminta ketegasan apakah ingin putusan dipercepat atau tidak. Sebab, Pemilu 2019 tinggal 15 hari lagi. MK juga meminta argumen sehingga bisa memutus lebih cepat.

"Sehingga kalau itu diberikan oleh lembaga pers, dalam hal ini media elektronik yang kredibel, maka masyarakat akan memperoleh informasi yang akurat, sehingga malah ini bisa meredam berita-berita yang simpang siur, yang sangat bermanfaat untuk masyarakat karena ini beritanya berita yang kredibel. Gitu kan? Itu, saya kira penting. Sehingga ini pun bisa mengganggu tahapan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.

Sidang akan ditunda dan akan dilanjutkan lagi dengan perbaikan permohonan.



Simak Juga 'Jangan Hakimi Lembaga Survei karena Beda Hasil':

[Gambas:Video 20detik]

(asp/elz)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads