"Kondisi topografi di wilayah Sentani di pegunungan cyploop, yang kondusinya sangat curam. Ketika dijatuhi curah hujan yang demikian besar, maka otomatis tidak mampu menampung aliran. Akhirnya volumenya besar, jebol, menghantam wilayah. Ini karakteristik banjir bandang yang khas Indonesia," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugeroho, di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Jumat (29/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kajian awal tim badan geologi dari UGM telah menemukan sampai saat ini di pegunungan Cycloop, ada 3 bendungan berjenjang. Mumpung volumenya belum begitu besar harus kita bongkar. Kita alirkan pelan-pelan sehingga tidak akan menimbulkan banjir bandang. Dan potensi untuk terjadinya seperti ini masih besar sekali. Ditambah dengan kondisi geologinya memang mudah longsor," katanya.
Selain itu, Sutopo menambahkan, banjir bandang juga disebabkan karena kekurangan sumber daya serap air. Pasalnya hutan pegunungan Cylcoop menurutnya telah rusak sejak tahun 2003. Kerusakan itu disebabkan adanya penebangan liar yang dilakukan masyarakat setempat untuk membuat rumah di bantaran sungai.
"Makanya ketika bandang kita banyak menemukan pohon-pohon yang tumbang, yang bekas terpotong. Bukan karena pembukaan perkebunan dalam korporasi yang besar, tetapi dilakukan oleh masyarakat setempat. Baik untuk perkebunannya, mencari kayu bakar maupun untuk bermukim," paparnya.
"Ditambah lagi, pemukiman-pemukiman di wilayah bagian hilir, ternyata banyak dibangun di zona-zona merah. Banyak sekali perumahan-perumahan yang berada di bawah dari alir sungai. Sehingga ketika terjadi guyuran yang besar tadi, itu terhantam," lanjut Sutopo. (eva/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini