Erik Pelestari Terumbu Karang Pulau Tidung: Saya Dulu Dianggap Gila

ADVERTISEMENT

Erik Pelestari Terumbu Karang Pulau Tidung: Saya Dulu Dianggap Gila

Danu Damarjati - detikNews
Selasa, 12 Mar 2019 16:21 WIB
Erik Suhardi memegang bibit terumbu karang. (Danu Damarjati/detikcom)
Jakarta - Pria paruh baya ini menceritakan masa lalu yang disesalinya. Dia juga sempat dianggap gila oleh masyarakat Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Pria itu bernama Erik Suhardi.

"Saya awalnya pelaku, saya dulu bandel, berbuat yang salah," kata Erik saat berbincang dengan detikcom yang tiba di Pulau Tidung dari Teras BRI Kapal Bahtera Seva I.

Sambil duduk di Jembatan Cinta penghubung Pulau Tidung dengan Tidung Kecil, Kamis (21/2/2019) siang, matanya menerawang ke laut. Pikirannya melayang ke masa muda. Dia dulu adalah nelayan yang sehari-harinya selalu berpikir bagaimana mendapatkan banyak ikan dengan cara paling efektif. Dia biasa merusak terumbu karang yang merupakan rumah ikan.

"Dulu ketika menangkap ikan, kami selalu berpikir bagaimana caranya mendapat banyak dengan cepat. Maka kami habisin, kami injak-injak karang supaya ikannya pada keluar. Setelah ikannya keluar, kita jaring," kata Erik.



Bila satu titik lokasi terumbu karang sudah dihancurkan, Erik akan pindah mencari titik terumbu karang lain untuk dihancurkan. "Kita rusak karang-karang," kenangnya.

Tak hanya merusak karang, Erik dulu juga memakan penyu sisik, satwa yang dilindungi. Dia masih ingat bagaimana cara membunuh penyu sisik dan metode mengambil daging dari cangkang reptil itu.

Nuraninya tersentuh begitu dia kembali ke lokasi terumbu karang yang pernah dia hancurkan dulu. Tak ada lagi ikan-ikan berenang di situ. Bahkan dia semakin sulit untuk mencari tangkapan. Ternyata yang diperbuatnya selama ini hanyalah perusakan.

"Saya merasa berdosa. Saya berjanji mulai saat itu, saya akan tanam terumbu karang," ucap Erik.



Erik Pelestari Terumbu Karang Pulau Tidung: Saya Dulu Dianggap GilaErik Suhardi pelestari terumbu karang dari Pulau Tidung. (Danu Damarjati/detikcom)

Mulai 2005 hingga 2012, dia menjalankan eksperimen menanam terumbu karang sendirian. Perubahan perilakunya membuat orang-orang di sekitar merasa heran. Pekerjaan menanam terumbu karang yang tak menghasilkan duit itu dilakoninya dengan cuek, tanpa menghiraukan cibiran orang-orang yang menganggap Erik sedang mengalami gangguan jiwa.

"Waktu itu saya disebut orang gila karena ngerjain karang," kata Erik.

Seiring berjalannya waktu, ilmu melestarikan terumbu karang mulai dia kuasai. Dia semakin bersemangat. Pada 2014, dia mendirikan kelompok pemuda Penunggul ('batu keras' dalam kosakata orang Pulo) yang berkegiatan transplantasi terumbu karang, menanam bakau (mangrove), dan menularkan kesadaran soal bahaya sampah bagi lingkungan hidup. Kini kelompok Penunggul yang dibiayai secara swadaya itu sudah punya 35 anggota.

"Kelompok kami tantanganya adalah biaya. Tapi siapa lagi kalau bukan kita? Saya tidak akan menyerah," kata Erik.



Secara umum, dia melihat masyarakat Pulau Tidung sudah berubah ke arah yang lebih baik. Warga sudah semakin sadar bahwa terumbu karang adalah rumah ikan, bila karang mati maka ikan akan hilang, kondisi laut juga bisa tak lagi menarik bagi wisatawan, karena Pulau Tidung juga merupakan tempat wisata.

Erik Pelestari Terumbu Karang Pulau Tidung: Saya Dulu Dianggap GilaAnak-anak muda ikut melestarikan terumbu karang di Pulau Tidung. (Danu Damarjati/detikcom)

Dia sudah jarang menemui warga yang membangun rumah dengan pondasi batu karang, hal yang lumrah terjadi pada era dulu saat harga batu material dari Pulau Jawa terlalu mahal. Meski begitu, Erik akan memaklumi kolega-kolega nelayannya yang harus berjalan menginjak-injak karang untuk mencari ikan dan cumi, karena itulah pekerjaan nelayan untuk cari makan.

"Kalau saya kan cuma orang peduli. Dia yang ngerusakin, saya yang benerin. Maka kita harus sabar. Sekarang sejak 2012, seiring maraknya pariwisata, masyarakat sudah mulai sadar. Padahal dulu masyarakat itu pelaku (perusakan terumbu karang) semua itu," kata Erik.

Erik Suhardi kini menjadi tenaga honorer PJLP Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia juga menjadi pengawas konservasi terumbu karang di sini. Ada zona inti terumbu karang seluas 2,5 hektare yang dia jaga. Saat ditemui detikcom, dia dan empat anak muda sedang menanam bibit terumbu karang di Jembatan Cinta.

Erik Pelestari Terumbu Karang Pulau Tidung: Saya Dulu Dianggap GilaFoto: Erik Suhardi dan pelestarian terumbu karang di Pulau Tidung. (Danu Damarjati/detikcom)

Dia sedang melakukan transplantasi bibit-bibit terumbu karang ke 100-an substrat, benda keras berbahan semen dan pasir tempat bibit ditanam. Bibit-bibit terumbu karang didapatkannya lewat budidaya, bukan mencabut dari alam. Bibit ini akan bisa dipindahkan ke lokasi tetap di lautan setelah usia empat bulan.

Bibit-bibit ini tidak dijualnya, karena pemindahan bibit ke suatu lokasi tidak bisa ditentukan secara sembarangan. Bila serampangan, bibit-bibit ini bisa mati sia-sia. "Itu pembunuhan namanya," ujar dia.

Erik belakangan bekerja sebagai tenaga honorer, namun bukan berarti aktivitas di kelompok pemerhati lingungan Penunggul terhenti. Justru kedua aktivitasnya saling mendukung. Soal biaya operasional, Penunggul mendapat pemasukan dari penjualan wisata terumbu karang bekerjasama dengan agen travel. Keuntungan bakal dibelanjakan untuk membeli bahan substrat. Soal kelestarian terumbu karang, dia punya ide.

"Seharusnya pemerintah mewajibkan atau mengatur, tiap orang yang datang ke Pulau Tidung wajib menanam terumbu karang. Misalnya dari 100 orang yang datang menanam 10 bibit saja, pasti terumbu karang akan baik," kata Erik.

Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.


(dnu/fjp)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT