"Enggak (berlebihan) lah, kita berlaku profesional," kata Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Dedi mengungkapkan kebebasan berpendapat di muka umum memang dilindungi UU 9/1998. Namun, itu tidak berlaku absolut.
Dedi juga menjelaskan UU 9/1998 tersebut memiliki limitatif dan batasan yang harus ditaati seluruh warga negara. Lima batasan itu tertuang dalam pasal 6 UU 9/1998.
"Pertama harus menghargai hak orang lain, kedua harus menghormati aturan aturan moral yang diakui oleh umum, ketiga mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku," jelas Dedi.
"Kemudian keempat menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, kelima, paling penting di saat sekarang ini, menjaga persatuan, keutuhan dan kesatuan bangsa. Ini harus dijaga bersama," sambungnya.
Dedi menegaskan jika dalam berpendapat mengakibatkan orang lain dirugikan maka bisa ada penuntutan. Selain itu, jika pendapat yang disampaikan tidak benar dan belum terkonfirmasi.
"Apalagi benar atau tidak data itu, ternyata belum terverifikasi maka berita bohong itu, bisa dituntut," ucap Dedi.
Sebelumnya, kritik terhadap penangkapan Robertus Robet datang dari di antaranya Koordinator Jubir Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, Jubir PSI Surya Tjandra, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, hingga Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari gabungan akademisi, peneliti, dosen dan mahasiswa menuntut polisi untuk menghentikan penyidikan terhadap Robertus Robet. Sebab, tak ada niat sedikitpun dari aktivis HAM itu untuk menghina institusi TNI.
Saksikan juga video 'Robertus Robet: Saya Mohon Maaf, Tak Ada Maksud Menghina TNI':
(imk/imk)