Terdakwa Henry Jasmen P Sitohang menyebut tuntutan jaksa pada KPK janggal. Henry sebelumnya dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Yang Mulia, seperti diketahui, jaksa penuntut umum telah menyampaikan tuntutan. Saya coba mendengarkan dan menyimak tuntutan. Dari apa yang dibacakan, ada yang membuat saya kaget dan janggal dan tidak sesuai dengan fakta, bahkan ada sama sekali yang saya belum pernah saya dengar," ujar Henry membacakan pleidoinya di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (27/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Henry--konsultan Lippo Group ini--menanggapi pernyataan jaksa dalam surat tuntutan yang menyebut keterangan dirinya berubah-ubah. Henry menegaskan dirinya memang tak cakap dalam urusan hukum.
Henry juga menjelaskan soal perubahan berita acara penyidikan (BAP) saat dilakukan pemeriksaan penyidik. Menurutnya, saat itu dia harus dua kali menuliskan ulang kronologi BAP. Akan tetapi, menurut Henry, perubahan BAP tersebut tidak dipaparkan jaksa KPK dalam persidangan.
"Namun, seperti yang diketahui, kedua kronologi itu tidak tahu di mana. Sampai sekarang tidak pernah dikeluarkan jaksa," kata Henry.
Henry juga membantah soal keterlibatannya memberi uang kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Iwa Karniwa. Henry mengaku tak tahu-menahu perihal duit Rp 1 miliar yang diberikan kepada Iwa melalui Hendri Lincoln dan Neneng Rahmi Nurlaili.
"Saya sangat kaget, atas dasar apa JPU menyatakan hal ini. Saya sama sekali belum mendengar, baru mendengar di sini, dan saya tegas menyampaikan sama sekali tidak benar dan tidak berdasar. Saya sama sekali tidak mengenal Iwa. Saya tidak memberikan sesuatu baik langsung maupun tidak langsung," kata Henry.
Karena itu, Henry kecewa atas tuntutan jaksa. Menurut dia, tuntutan yang diberikan jaksa sangat jauh berbeda dengan tuntutan terhadap Fitradjadja dan Taryudi.
"Ancaman hukum jauh dari rekan saya, bahkan dua kali lipat lamanya dari Fitradjadja dan Taryudi. Dasar yang disampaikan terkesan tendensius, tidak mencerminkan keadilan, namun menimbulkan kesan sedang balas dendam kepada saya," kata Henry.
Sementara itu, terdakwa Fitradjadja Purnama mengakui perbuatannya. Dia mengakui kesalahannya atas tindakan praktik suap tersebut.
"Terhadap pokok-pokok tuntutan, saya hanya bisa menyatakan terima salah atas perbuatan yang saya lakukan. Perbuatan saya telah melenceng dari profesionalitas kerja saya. Apa yang semula tidak saya niatkan, bahkan sama sekali tidak saya pikirkan, akhirnya terjadi dengan saya yang terlibat di dalamnya. Apa yang telah saya lakukan membawa konsekuensi dan akibat buruk bukan hanya terhadap diri saya sendiri, melainkan juga terhadap keluarga," ujar Fitradjadja sambil menyampaikan permohonan maaf.
Dia juga menjelaskan soal keterlibatannya mengurus perizinan Meikarta. Fitradjadja mengaku tak tahu soal pemberian-pemberian yang ternyata sudah berlangsung sejak 2016 pada saat proses ini dilakukan oleh Edi Dwi Soesianto dan Satriadi.
"Saya sama sekali tidak tahu atas pemberian-pemberian atau janji-janji kepada Neneng Hassanah Yasin, EY Taufik, dan Iwa Karniwa, baik langsung ataupun melalui orang lain. Sama sekali saya tidak tahu," ujarnya.
"Bahwa ternyata, dalam persidangan terungkap, saya terlibat atau dianggap terlibat, dalam pemberian kepada salah satu atau dua atau ketiganya, saya baru tahu di persidangan, bahwa uang yang saya terlibat dalam pemberiannya itu sampai kepada orang-orang tersebut," imbuhnya.
Terdakwa Taryudi juga mengakui perbuatannya. Dia menyesal dan menerima hukuman yang akan dijadikan pelajaran berharga bagi dirinya.
"Apa pun yang terjadi sudah terjadi dan saya di sini membacakan pembelaan. Dengan perasaan bercampur aduk, saya menyesal dan merindukan anak-anak. Saya menyesal dan saya akan menjadikan ini sebagai pelajaran. Majelis hakim, saya mohon ampunan. Saya memohon majelis hakim menjatuhkan hukuman yang adil dan setimpal," kata Taryudi. (dir/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini