Malam Munajat 212 digelar di Monas pada Kamis 21 Februari 2019. Acara ini diselenggarakan oleh MUI DKI Jakarta. Sejumlah tokoh pun hadir di antaranya Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Titiek Soeharto, Ketua MPR Zulkifli Hasan,, Wakil Ketua MPR yang juga Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, serta Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Baca juga: Polemik Teriakan 'Nomor Dua' di Munajat 212 |
Gelaran malam Munajat 212 pun menjadi sorotan publik mulai dari momen salam dua jari Fadli dan Fahri hingga teriakan 'nomor dua' menggema dari massa yang merespons pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan terkait gelaran pilpres di malam Munajat 212 itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan cuma penafsiran. Niat kita cuma satu, bermunajat. Dari awal sudah kami sampaikan MUI DKI punya hajat melaksanakan senandung selawat dan doa. Makanya acara dari awal sampai akhir, kita bermunajat. Ada sedikit masukan begitu, dari awal kita kan nggak ada berpolitik. Makanya nggak ada atribut partai yang ada di dalam," ujar Ketua MUI DKI Jakarta, KH Munahar Muchtar kepada wartawan, Jumat (22/2/2019) malam.
Lain MUI DKI, lain pula pendapat MUI Pusat. MUI Pusat menyayangkan MUI DKI yang dinilai tidak mampu mengendalikan kegiatan Malam Munajat 212 seperti tujuan semula: berdoa, berzikir, dan bermunajat kepada Allah SWT. MUI menyebut kegiatan Munajat 212 sudah menjurus ke politik praktis.
"Kami sangat menyayangkan atas sikap MUI Provinsi DKI sebagai salah satu pemrakarsa acara Munajat 212 yang tidak mampu mengendalikan kegiatan tersebut agar tetap berada pada arah dan tujuan semula, yaitu untuk kegiatan berdoa, berzikir, dan bermunajat kepada Allah SWT, untuk memohon keselamatan bangsa dan negara. Bukan untuk tujuan lain yang menjurus ke arah politik praktis dengan melibatkan diri aksi dukung-mendukung salah satu paslon capres tertentu," ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/2/2019).
Zainut mengimbau MUI tidak terseret dalam kegiatan politik praktis. MUI diminta tetap memposisikan diri sebagai institusi yang netral dan independen. "Untuk hal tersebut, MUI harus memposisikan diri sebagai institusi yang netral, independen, menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik yang ada dan tidak boleh masuk ke dalam wilayah politik praktis apalagi diperalat dan dijadikan kendaraan politik oleh kelompok tertentu," kata Zainut.
Meski demikian, Zainut menegaskan MUI tidak melarang pengurusnya terjun ke politik praktis asalkan tidak membawa nama institusi. MUI menjamin hak tersebut kepada pengurusnya. "MUI tidak pernah melarang pengurusnya untuk berkecimpung di bidang politik praktis sepanjang hal tersebut dilakukan atas nama pribadi bukan atas nama institusi. Karena hal itu merupakan hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi," terang Zainut.
Atas dugaan pelanggaran pemilu di malam Munajat 212, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) turun tangan mengumpulkan bukti-bukti.
"Jadi sementara ini saya sama teman-teman masih mengumpulkan hasil pengawasan teman-teman pengawas kelurahan, panwas kecamatan, Bawaslu kota. Saya lagi minta mereka ini hasil pengawasannya seperti apa," ujar anggota Bawaslu DKI Jakarta Burhanuddin.
Bawaslu akan mengumpulkan bukti berupa ada-tidaknya alat peraga kampanye hingga memeriksa isi pidato yang disampaikan beberapa tokoh.
"Mengumpulkan bukti-bukti semua terkait pengawasan, apakah ada pidato yang mengarah ke kampanye, misalnya, atau adakah atribut kampanye dan sebagainya itu masih saya kumpulin," kata Burhan.
Bukti-bukti itu selanjutnya akan dijadikan bentuk temuan Bawaslu untuk diproses. Burhan juga mempersilakan masyarakat yang menganggap telah terjadi pelanggaran dan memiliki bukti untuk melapor.
Saksikan juga video 'Tokoh Muda NU Sebut Ijtimak Ulama Tidak Penting':
(aan/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini