Upacara ultah dilakukan secara sederhana dengan meniup lilin dan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Hal itu dilakukan usai apel. Tapi Ferizal tampak cuek.
"Saya kecewa dengan perayaan ultah kami malah diselenggarakan secara adat Yahudi, bukan cara Islami. Padahal selama ini Limapuluh Kota selalu digembar-gembor sebagai pusat para orang sholeh dan zikir Suluak di bulan Ramadhan. Jelas ini sangat bertentangan sekali dengan apa yang disebut dengan kenyataan yang ada," kata Ferizal Ridwan ketika dikonfirmasi Covesia.com, Selasa (18/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melihat hal itu, saya langsung berjalan menuju kantor. Tapi dirangkul dan diajak untuk ikut acara surprise ini oleh Bupati. Jadi tidak bisa mengelak lagi. Saya berdiri di sana hanya karena segan Bupati," kata Ferizal.
Bagi Ferizal Ridwan, ekspresinya ini adalah puncak kekesalan kepada Pemkab Limapuluh Kota yang dirasa telah memudarkan sendiri identitas adat dan budaya sebagai orang Luak 50.
Padahal sebelum adanya perayaan Ultah ketiga di kantor Bupati ini, Ferizal Ridwan sudah membuat Muhasabah, pengajian dan zikir bersama selama 3 hari. Acara ini secara terang dan bertulisan besar dengan spanduk dalam rangka ultah kepemimpinan Irfendi Arbi-ferizal Ridwan.
"Saat acara muhasabah, pengajian dan zikir bersama selama tiga hari, (15-17/2/2019) yang saya buat kemarin malah tidak didukung dan terkesan cuek. Tapi saat ada yang merayakan ultah kepemimpinan kami ke-3 dengan tata cara ala yahudi, malah banyak yang bersorak dan bahagia. Jadi saya heran, ada apa dengan mental dan semangat keislaman Pemkab Limapuluh Kota ini," terangnya.
Ferizal menilai acara yang dibuat ala Yahudi untuk merayakan kepemimpinan Bupati-wakil Bupati Limapuluh Kota, Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan merupakan sebuah hal yang memalukan.
"Saya harap ini yang terakhir kali ada budaya Yahudi di Kantor Bupati Limapuluh Kota. Ini sangat memalukan," katanya.
(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini