"Saya hanya bisa tertawa dengar pidato Grace Natalie ini. Lama-lama jadi Partai Sensasi Indonesia, PSI ini," kata Jansen kepada wartawan, Selasa (12/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Grace mungkin lupa jika sekarang ini zamannya Jokowi. Apa yang terjadi termasuk kasus Ibu Meliana di Tanjung Balai yang dia pidatokan itu terjadi ya di masa Jokowi ini. Jadi nampar Jokowi, presiden yang dia dukung sendiri, pidato Grace itu. Artinya, kalau mengikuti pidato Grace ini, presiden sekarang nasionalismenya berarti gadungan, dong? Diam saja ketika Ibu Meliana dipersekusi dan bahkan akhirnya dihukum," ujarnya.
![]() |
Ketua DPP Demokrat itu juga menganggap apa yang disampaikan Grace dalam pidatonya 'menyenggol' partai koalisi di kubu Jokowi-Ma'ruf Amin. Dia menilai narasi yang dikatakan Grace soal nasionalis itu tak tecermin di parpol koalisi Jokowi, lantaran banyak yang menjadi 'pasien' KPK.
'Termasuk narasi nasionalis gadungan adalah partai-partai yang rutin mengirim kader-kader mereka untuk 'sekolah' di KPK. Apa itu tidak menampar teman kolisinya sendiri juga? Karena fakta membuktikan 'pasien' KPK sekarang ini kan paling banyak dari partai-partai pendukung Jokowi, di mana PSI menjadi bagiannya. Jadi pidato itu bagusnya sebenarnya Grace Natalie pidatokan langsung ke Presiden Jokowi dan teman-teman koalisinya sendiri. Biar sadar koalisi mereka ini," tutur Jansen.
Baca juga: PSI Serukan Hapus Pasal Penodaan Agama |
Lebih lanjut Jansen mengatakan, pidato Grace tersebut justru memberi makna harus ada pergantian pemerintahan. Sebab, menurutnya, nasionalisme yang mengelola negara adalah gadungan.
"Itu maka jika mengikuti logika Grace di pidatonya ini, kekuasaan sekarang ya memang harus diganti. Karena nasionalisme yang mengelola negara sekarang kan gadungan. Untuk itulah maka koalisi kami ingin perubahan, mengganti presiden dan yang berkuasa sekarang melalui pemilu 17 April 2019 nanti," kata Jansen.
Sebelumnya, Grace dalam pidatonya berjudul 'Musuh Utama Persatuan Indonesia' Grace menyinggung kaum nasionalis gadungan. Dia
menjelaskan ada dua ancaman yang membayangi persatuan Indonesia. Pertama, keberadaan kaum intoleran yang tiap harinya mengumbar kebencian. Kedua, keberadaan para koruptor yang melemahkan gerakan persatuan masyarakat.
"Jadi kalau ada orang menyebut dirinya nasionalis, tapi di belakang masih mencuri uang rakyat, mereka lebih pantas kita sebut nasionalis gadungan," ucap Grace di acara Festival 11 Jogjakarta di Jogja Expo Center (JEC), Senin (11/2).
Grace menambahkan, label nasionalis gadungan juga pantas disematkan pada mereka yang mengaku nasionalis tapi turut meloloskan perda-perda agama yang diskriminatif. Juga mereka yang bungkam saat terjadi tindak intoleran. (idn/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini