Para nelayan di Pelabuhan Lampulo melakukan bongkar-muat sepanjang hari. Pagi hari ada kapal yang keluar melaut dan ada juga yang baru kembali setelah menangkap ikan. Ketika keluar atau masuk di pintu muara, kapal kerap kandas. Jika air sedang surut, mereka hanya bisa pasrah dan baru dapat beroperasi kembali ketika air pasang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengerukan pelabuhan beberapa waktu lalu memang dilakukan oleh Dinas Perikanan Aceh. Namun, kedalaman pintu masuk menuju kolam pelabuhan dinilai masih terlalu dangkal. Kapal berkapasitas 25 GT hingga 80 GT masih mengalami kesulitan berlayar.
Menurut Firman, setiap hari ada saja kapal yang tersangkut atau kandas ketika hendak keluar ataupun masuk pelabuhan. Kondisi ini sudah berlangsung sejak pelabuhan itu diresmikan pada Desember 2015 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Para nelayan sudah beberapa kali melaporkan kondisi tersebut ke pihak terkait.
"Setiap hari nyangkut. Tapi rusak belum karena tunggu air pasang baru lewat. Tapi kendalanya, kami waktu mau bongkar atau muat nggak bisa keluar, harus tunggu air pasang," jelas Firman.
"Ini bukan merugikan lagi. Kadang-kadang kami harus tambah es lagi untuk nunggu air pasang satu hari. Kadang-kadang mau keluar sore harus nunggu pagi lagi," ungkap Firman diamini sejumlah nelayan lain.
Selain kolam pelabuhan dangkal, fasilitas di pelabuhan dinilainya masih kurang memadai. Ia mencontohkan lampu banyak yang mati sehingga menyulitkan mereka bongkar-muat saat malam hari.
"Di sini ada 200 lebih kapal. Fasilitas di sini kurang memadai, lampu kadang hidup kadang mati. Bongkar-muat berat sekali," jelas Firman. (agse/rvk)











































