"Menyatakan terdakwa Amin Santono telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata ketua majelis hakim M Arifin saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (4/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini bermula saat Amin dikenalkan pada konsultan Eka Kamaludin, yang berperan sebagai perantara dalam kasus ini. Dalam beberapa pertemuan, Amin sepakat dengan usulan Eka untuk mengupayakan beberapa kabupaten atau kota mendapatkan tambahan anggaran dari APBN.
Setelah terjadi kesepakatan dengan Eka, hakim mengatakan Amin meminta fee 7 persen dari total anggaran yang nantinya diterima. Untuk memperlancar urusannya, Amin juga menemui Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo.
Amin, dikatakan hakim, memerintahkan Eka meminta uang kepada Ahmad Ghiast sebesar Rp 510 juta dan Taufik sebesar Rp 2,8 miliar. Uang tersebut diterima melalui rekening Eka.
"Bahwa unsur menerima hadiah atau janji terpenuhi secara hukum," kata hakim.
Selain hukuman pidana, hakim mencabut hak politik Amin untuk dipilih publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Amin dengan membayar uang pengganti Rp 1,6 miliar. Jika tidak diganti sesuai waktu hukum tetap, jaksa akan menyita dan melelang aset Amin. Apabila harta benda tidak mencukupi, dipidana 1 tahun penjara.
Amin terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (fai/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini