"Kami melihat indikasi para preman ini kembali karena ada kekosongan, yang bisa mereka isi ketika para pedagang pindah ke JPM, sekarang di Jalan Jatibaru itu kan kosong dan ini menjadi peluang untuk menempatkan para pedagang-pedagang baru," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho di gedung Ombudsman RI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (31/1/2019).
Ombudsman juga menduga bentrokan yang melibatkan pedagang di Tanah Abang beberapa waktu lalu dimotori oleh para preman. Preman di Tanah Abang itu tak senang karena kehilangan penghasilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2007 pedagang harus bayar 150 per hari per pedagang, dan sekarang juga modelnya sama, ketika pedagang baru masuk, itu modelnya seperti itu. (Bayar) ke preman-preman di sana," imbuhnya.
Ombudsman menilai tindakan yang dilakukan Satpol PP dalam penertiban kawasan Tanah Abang belum efektif. Ombudsman menyarankan jumlah PKL segera didata agar tak ada PKL baru jika dilakukan revitalisasi.
"Menurut kami dari sekarang harus dilakukan pendataan jadi ketika ada revitalisasi kita tidak perlu ada penambahan PKL lagi," ucapnya.
Selain menyoroti permasalahan di kawasan Tanah Abang, Ombudsman Jakarta Raya memaparkan capaian sepanjang 2018. Sebanyak 336 laporan ditangani sepanjang 2018.
Ombudsman Jakarta Raya juga mencatat 51 persen dari jumlah laporan itu terkait maladministrasi pelayanan publik. Namun hanya 14 persen yang terbukti dan hasilnya sudah disampaikan ke lembaga yang dilaporkan.
"Sebanyak 336 laporan penyimpangan pelayanan publik. Adapun Iima besar substansi laporan yang diadukan, yakni kepolisian 22,4 persen, agraria atau pertanahan 20,4 persen, kepegawaian 7,7 persen, preradilan 5,8 persen dan pajak 5,4 persen. Permasalahan yang paling sering diadukan di kepolisian berkisar pada pelayanan SPKT dan Satpas," kata Asisten Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Arief Wibowo. (abw/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini