Awalnya Eni mengaku kepada Sofyan belum mendapatkan apa pun dari proyek itu. Menurut Eni, Sofyan sempat terkejut atas pernyataannya itu.
"Saya sampaikan ke Pak Sofyan Basir bahwa saya belum terima apa pun dari PLTU Riau-1 dari Pak Kotjo (Johanes Budisutrisno Kotjo). Pak Sofyan kaget juga. Dia bilang, 'Oh, ya'," ucap Eni saat bersaksi dalam persidangan dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (29/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, menurut Eni, Kotjo sedang berada di Beijing untuk bernegosiasi dengan perusahaan China yang akan menjadi investor proyek itu. Eni menyebut Kotjo ingin menggarap proyek PLN lainnya.
"Walaupun Pak Kotjo tetap minta yang Jambi III sama Riau-2, saya tahu jawaban Pak Sofyan selesaikan dulu yang Riau-1. Lalu, saya sampaikan bahwa Pak Sofyan dapat yang paling banyaklah," ucap Eni.
Jaksa menanyakan maksud Eni 'paling banyak' itu seberapa banyak jatah dari Kotjo. Namun Eni mengaku tidak mengetahui berapa jumlahnya.
"Ada rezeki dari Kotjo, bagian Pak Sofyan disebut paling besar. Pak Sofyan bilang apa?" kata jaksa.
"Dia bilang, 'Janganlah, jangan, disamain saja'," ucap Eni.
"Disamain sama siapa?" tanya jaksa lagi.
"Sama saya dan harapan saya sama Pak Idrus Marham," jawab Eni lagi.
Selain itu, Eni mengaku sempat meminta Sofyan melobi Kotjo agar mau memberikan jatah kepada Idrus terkait proyek PLTU Riau-1. Dia menilai Sofyanlah yang pantas melobi Kotjo agar maksud dan tujuannya terlaksana.
"Saya minta Pak Sofyan bicara ke Pak Kotjo untuk minta Pak Idrus diperhatikan, saya datang ke situ agar Pak Sofyan bicara ke Kotjo. Kenapa harus bicara ke Kotjo, saya inginkan Pak Idrus dapat juga karena Pak Idrus orang yang kerja buat partai. Harapan saya, dia dapat fee dari Pak Kotjo," ucapnya.
"Kenapa harus Sofyan Basir?" tanya jaksa.
"Kalau Pak Sofyan yang bicara kan Pak Kotjo pasti perhatikan, karena dia punya hajat dengan Pak Sofyan," kata Eni.
Setelah pertemuan dengan Sofyan, Eni juga mengaku melaporkan hal itu kepada Idrus. Dia bercerita mengenai Sofyan yang tidak mau jika bagiannya lebih besar dan hanya mau disamaratakan dengan Eni.
![]() |
Sofyan Pernah Bantah soal Fee Saat Jadi Saksi di Sidang
Mengenai hal itu, Sofyan pernah memberikan penjelasan. Dia mengakui pertemuan dengan Eni di Hotel Fairmont saat bersaksi dalam persidangan Kotjo pada Kamis, 25 Oktober 2018.
"Tidak ada sama sekali (bahas commitment fee)," ujar Sofyan saat itu.
Menurut Sofyan, pertemuan tersebut membahas batas kontrak kerja PLTU-1 selama 15 tahun sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Perusahaan Kotjo, yaitu Blackgold Natural Resources, harus menyepakati kontrak tersebut.
"Saya selalu menekankan bahwa ini harus 15 tahun apakah sudah selesai. Kan bu Eni kawan Pak Kotjo," kata Sofyan.
Kepada Sofyan, jaksa KPK bertanya ada-tidaknya commitment fee yang disampaikan Eni Saragih atau Kotjo. Sofyan menyebutkan tidak pernah mendengar adanya commitment fee itu.
"Tidak ada sama sekali," ucap Sofyan.
Lagi-lagi jaksa KPK bertanya ada-tidaknya Eni menyampaikan langsung jatah fee untuk Dirut PT PLN jika proyek PLTU Riau-1 sudah selesai dikerjakan perusahaan Kotjo. Tapi Sofyan menegaskan tidak pernah pembahasan dengan Eni mengenai jatah fee.
"Saya selalu bilang utamakan PLN. Saya selalu mengarah ke sana. Tapi, jujur, tidak pernah diarahkan Bu Eni untuk soal fee-fee," kata Sofyan.
"Jadi apakah ngomongin jatah fee?" tanya jaksa kembali.
"Kalau ada yang ngomong begitu, saya tolak," jawab Sofyan. (dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini