"Sebagai sebuah event yang sudah ditunggu-tunggu menurut saya itu belum benar-benar debat, dalam arti itu debat edisi icip-icip (percobaan), belum debat," salah satu pengamat Para Syndicate, Bekti Waluyo dalam diskusi di kantornya Jl. Wijaya Timur 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (18/1/2019).
Bekti menilai visi-misi yang dijelaskan antarpasangan calon hampir memiliki kesamaan. Hal itu menurutnya yang menjadi faktor tidak adanya adu argumen yang menarik selama debat berlangsung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bekti mengatakan selama debat berlangsung antarpasangan calon tidak ada yang memberikan solusi secara spontan. Kedua capres tersebut menurutnya terlihat kaku oleh aturan yang dibuat oleh KPU sehingga tidak muncul esensi debat yang sebenarnya.
"Kemudian di situ harus ada solusi on the spot. Misalnya masalah apa solusi apa. Yang kemarin belum ada. Mungkin karena sangat strike (kaku) aturannya ya, itu repot juga memang, 90 menit dibagi sekian sesi, waktu paling banyak 2 menit untuk mengutarakan visi misi. Itu kan susah juga. Jadi belum okelah," tuturnya.
Ia menjelaskan seharusnya tidak perlu ada bocoran pertanyaan menjelang debat. Debat akan lebih menarik jelas Bekti ketika kedua capres dan cawapres menjawab ditempat.
"Seperti kata Pak Jusuf Kalla seharusnya jangan seperti anak bimbel lah, jadi nggak harus banyak bocoran. Sebagai capres dan cawapres mereka seharusnya sudah tahu banyak soal materi apapun. Sudah siap, kapan saja, apapun pertanyaannya ya dihadapin," jelasnya. (eva/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini