Bila anak muda enggan bertani, kata Kamaluddin, kedaulatan pangan akan sulit dicapai. Oleh karena itu, kata dia, Prabowo-Sandi telah menyiapkan konsep digital farming, digital fishering, serta mekanisasi produk pertanian dan perikanan agar anak-anak muda kembali bertani.
"Tidak ada bangsa yang mandiri kalau pangannya tidak dilahirkan sendiri. Tidak ada bangsa yang bisa tahan kalau pangannya dikuasai dari luar. Kita harus mulai berpikir kepada generasi milenial untuk menggunakan digital farming dan digital fishering. Ini di masa depan memang kita bisa swasembada, dan kita bisa mandiri di dunia pangan," kata Kamaluddin dalam keterangan tertulis, Rabu (16/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pemerhati isu pangan dan perempuan Sidrotun Naim mengungkap alasan mengapa anak muda malas bertani. Harga pupuk dan benih yang mahal, harga komoditas pertanian yang anjlok setelah panen, hingga susahnya akses permodalan bagi petani dan nelayan adalah beberapa alasan anak muda malas bertani.
"Saya juga turun ke petani dan nelayan. Mereka itu biasanya kalau ngomong, 'Pada saat kita mau menanam ada benihnya, pupuknya, dan harganya jangan mahal. Dan panen bisa dijual. Karena kalau nggak bisa, jadinya dibuang.' Karena itu tidak salah juga kalau anak muda tidak mau bertani, karena pupuknya mahal, benihnya mahal, tapi pas dijual harganya jatuh," kata Sidrotun.
Terkait akses permodalan bagi petani dan nelayan, Sidrotun mendorong agar Prabowo-Sandi membentuk lembaga keuangan yang pro kepada petani dan nelayan. Lembaga keuangan itu, kata Sidrotun, harus diwujudkan untuk menghadirkan keadilan bagi petani dan nelayan sebagai tulang punggung kedaulatan pangan di Indonesia.
"Kalau pengusaha besar mau berutang kan relatif mudah. Kalau petani dan nelayan mau berutang itu susah. Berarti harus dibenahi karena berarti sistemnya belum adil," kata Sidrotun.
Tonton juga video 'Sandiaga Siapkan Sesi Khusus Bersama Pakar Jelang Debat':












































