"Penting bagi kalangan penegak hukum untuk memahami pemahaman, mindset, maupun perilaku bertindak yang menjadi strategi dari pelaku teror," kata Tito dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (12/12/2018)
Hal itu juga disampaikan Tito saat pidato di kegiatan Victoria Police and Leadership in Counter Terrorism Alumni Assocition 2018, Internasional Counter Terrorism Forum di Melbourne, Australia. Acara ini diikuti para penegak hukum, pemerintah, dan akademisi dari berbagai negara.
"Pemahaman ini akan mempengaruhi pilihan bertindak bagi para penegak hukum guna melaksanakan counter strategy untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme," ujar dia.
Berangkat dari kasus terorisme di Tanah Air, dia menerangkan ada dua gelombang jaringan teroris dunia, yaitu kelompok Al Qaeda dan Islamiq State of Iraq and Syria (ISIS). Di Indonesia, kelompok Jamaah Islamiyah (JI) berafiliasi dengan Al Qaeda, sementara kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) berafiliasi dengan ISIS.
"Yang bisa ditempuh dalam penanganan kejahatan terorisme, pertama, melalui pendekatan keras atau hard approach. Kedua, pendekatan lunak atau soft approach," jelas Tito.
Hard apporach dilakukan dengan penegakan hukum, sementara soft approach dilakukan dengan upaya deradikalisasi dan kontraradikal. "Kedua pendekatan ini harus berjalan secara simultan guna mengoptimalkan hasil dan tujuan yang hendak dicapai," kata dia. (aud/jor)