"Kalau saya tahu dari awal bantuan (uang kepada Eni) itu akan berpotensi masalah hukum seperti ini, mungkin saya akan berpikir ulang sebelum membantu (Eni)," ujar Kotjo saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (3/12/2018).
Menurut Kotjo, dirinya tak memahami hukum. Dia kemudian berdalih kalau memang uang itu ditujukan sebagai suap maka tak akan dicatat oleh anak buahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian menyebut alasan dirinya membutuhkan bantuan Eni agar perusahaannya mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Salah satunya karena tidak punya kenalan di PLN.
"Kenapa butuh dibuka jalur? Karena saya tidak kenal di PLN, kalau jalur normal pasti panjang dan berbelit saya sebagai wirausaha butuh rasa sungkan terhadap legislator, tentu dalam batas wajar maka saya tidak kepikiran untuk memberikan apresiasi apa," kata Kotjo.
Dia pun mengaku bakal menerima vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim. Menurutnya, dia tak akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Kalau memang saya dianggap bersalah, saya menerima dan menyesalinya, saya berusaha menyampaikan keterangan sebenar-benarnya dan apa adanya. Terakhir apapun keputusan yang kelak dijatuhkan majelis hakim saya akan menerimanya dan tidak mengajukan banding," ucap Kotjo.
Sebelumnya, Kotjo dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan terkait kasus suap PLTU Riau-1. Kotjo diyakini jaksa bersalah menyuap Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham sebesar Rp 4,7 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Johanes B Kotjo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa KPK Ronald saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (26/11). (fai/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini