Pekanbaru - Suku Talang Mamak, sebuah komunitas penduduk tertua di Riau yang terkenal tidak mengenyam pendidikan. Mereka hidup di kawasan hutan belantara di Taman Nasional Bukit Tigapulu (TNBT) perbatasan Riau dan Jambi. Tapi, anak-anak suku terasing ini, kini berminat belajat bahasa Inggris, Wah!Bila kita berjalan menujuk TNBT, sebuah kawasan hutan alam yang kini juga tidak terlepas dari aktivitas
illegal logging. Disanalah bermukim suku tertua di Riau yang lebih dikenal dengan sebutan Talang Mamak. Penduduknya miskin, dan hidup dari kemurahan hutan dan alam. Menapak kaki di bumi Talang, jangan harap ada pemandangan sekolah SD sebagaimana lazimnya di daerah lainnya. Kelompok msyarakat Talang Mamak ini seakan tersisihkan dari pembangunan. Kendati demikian, kini anak-anak Talang mulai terusik untuk belajar bahasa inggris. Memang sih, sekolah formal tidak ada di hutan alam itu.Yang tersedia, hanya sebuah sekolah non formal yang difasilitasi sejumlah LSM lingkungan. Keinginan anak-anak suku pedalaman untuk ikut belajar bahasa inggris ini, tentulah sangat mengagumkan.Anak-anak yang ingin belajar bahasa "bule" itu berasal dari Dusun Tuo Datai Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau di TNBT. Tentulah sekolah untuk belajar ini tidak akan sama seperti sekolah pada umumnya.Bangunan sekolah yang terbuat dari kayu itu, terpampang sebuah bertuliskan "Sanggar Belajar Datai". Sekolah itu pun hanya beratap anyaman daun, beralas tanah, berdinding terbuka dan berisikan lima bangku-meja belajar. Namun, kondisi tersebut tidak mengurangi semangat mereka untuk belajar.Lantas siapa gerangan guru yang mengajar basaha asing itu? Dia lebih Saefuddin yang akrab di sapa Pak Tatung (42). Guru ini difasilitasi PKHS (Program Konservasi Harimau Sumatera) untuk mengajarkan tulis baca di suku pedalaman itu."Pak Tatung sudah dua tahun mengajarkan tulis dan baca di TNBT untuk suku Talang Mamak. Yang paling menggembirakan sekali, anak-anak suku Talang itu minta dibelajari bahasa Inggris," kata Asisten Komunikasi Warung Informasi (Warsi) Ahmadi dalam perbincangannya kepada
detikcom.Tatung yang sudah dua tahun mengajar disana pun, bukan main gembiranya melihat anak didiknya ingin tahu basaha asing itu. "Murid-murid saya sekarang pingin belajar bahasa Inggris. Saya juga tidak tahu mengapa. Mungkin karena mereka pernah melihat saya bicara dengan orang bule pakai bahasa yang tidak mereka pahami. Ya akhirnya mereka minta diajari," kata Tatung.Menurut Tatung, seiring bergulirnya waktu, program pendampingan pun telah berjalan dua tahun. Kini, telah tersedia kelas satu sampai kelas empat dengan jumlah murid sekitar 76 siswa. Mereka berasal dari Dusun Tebrau, Datai dan Melenai. Meskipun, yang aktif hanya sekitar 25-30 siswa yang rata-rata berumur 7-14 tahun. "Biasalah, sekarang kan lagi musim berkebun. Jadi kebanyakan anak-anak sibuk membantu orang tuanya membuka ladang," kata Tatung.Yang menarik, meski sifat sekolah ini informal tapi, kegiatan belajarnya dijalankan secara rutin. Untuk Senin dan Selasa diajarkan berhitung sedangkan Rabu hingga Sabtu untuk menulis dan bahasa Inggris dari jam delapan hingga sepuluh pagi.Lantas sejak kapan anak-anak itu mau belajar bahasa Inggris? Menurut Tatung yang berasal dari Kecamatan Batang Gangsal masih di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau itu, awalnya ketika dalam tiga bulan terakhir ini, suku Talang Mamak sering dikunjungi LSM dari luar negeri. Bule-bule itu kadang sampai menginap di dalam hutan minimal sepekan."Karena anak-anak ini sering mendengar bahasa yang jarang mereka dengar, walhasil murid-murid saya minta untuk belajar bahasa Inggris. Ya, saya yang modal bahasa Inggris cuma pas-pasan yes or no saja, saya nekat memberi pelajaran bahasa Inggris," urai Tatung yang hanya jebolan SD itu.Tapi sebenarnya, untuk merekrut dia menjadi guru pendamping, tentulah Tatung sudah melalui berbagai tahapan dari pihak kecamatan setempat termasuk dari pihak LSM. Walau hanya jebolan SD tapi pengetahuannya lumayan luas. Apa lagi dia juga mengetahui latar belakang budaya suku Talang Mamak itu sendiri. "Sebelum saya dipercayakan sebagai guru pendamping, bertahun-tahun saya digembleng pihak Upika Kecamatan Bangtang Gangsa, Inhu. Awalnya serem juga masuk hutan, tapi sekarang tidak lagi," tuturya polos.Sementara itu, Kepala Balai Konservasi dan Sumber daya Alam TNBT, Ir. Moh. Haryono menyatakan, tujuan jangka panjang dari sekolah lapangan yang difasilitasi PKHS itu tidak lain untuk meningkatkan pengetahuan, skill dan keberanian anak-anak suku Talang Mamak. "Dengan adanya sekolah non formal itu kita berharap, anakanak itu bisa tumbuh kepercayaan pada diri mereka untuk bersaing hidup di luar. Dengan begitu, mereka akan menjadi generasi yang berani, berpengetahuan dan siap bersaing," kata Haryono.Lantas apa kata Tatung bila programnya sebagai guru sudah habis masa kontraknya? Tatung tampak diam. "Ah untuk sementara ini kita nikmati dulu jadi guru di suku pedalaman ini," katanya."Kalau memang tidak dipakai lagi, ya kita berkebun saja," katanya enteng.
(mar/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini