"Harus dibedakan antara bohong dengan target yang tidak tercapai karena kekeliruan asumsi dan data yang digunakan," ungkap Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi, Hendrawan Supratikno, kepada wartawan, Rabu (14/11/2018).
Hendrawan pun mengingatkan soal data pertanian yang kerap simpang siur. Ia meminta juga menyebut impor bisa dilakukan manakala kebutuhan dalam negeri lebih besar dari kemampuan yang dapat dihasilkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data Kementan, Bulog, Kemenperin (Dirjen Agro-Industri), Kemendag, dan BPS tidak sama. Baru-baru saja disepakati, untuk beras yang digunakan data BPS (Badan Pusat Statistik). Tekad membangun sistem satu data harus kita dukung. Selama ini orang menggunakan berbagai data untuk cari komisi/fee," sebut Hendrawan.
"Selama ini dilakukan impor juga untuk menjaga stok dan kepentingan pengendalian harga/inflasi," tambah anggota Komisi XI DPR itu.
Meski begitu, Hendrawan menyebut memang sudah seharusnya swasembada pangan, energi, dan pembiayaan pembangunan menjadi prioritas. Hanya, ia tak setuju dengan Titiek yang menggeneralisasi kebijakan belum tercapai sebagai kebohongan.
"Kalau belum tercapai, janganlah dibilang bohong. Banyak faktor yang harus kita benahi. Jangan mudah putus asa, fatalistik, dan mengharap keajaiban datang secepat petir di musim hujan," sebut Hendrawan.
Sebelumnya, Titiek menyinggung soal kebijakan impor padi, jagung, dan kedelai Presiden Jokowi di hadapan peserta temu relawan lintas ormas pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Kota Cilegon, Banten, Rabu (14/11). Padahal, kata dia, Jokowi pernah berjanji soal swasembada ketiga jenis pangan tersebut. Titiek lantas menyinggung janji Jokowi yang tak ditepati. "Jadi kalau ada orang janji terus nggak ditepati namanya apa?" tanya Titiek kepada hadirin.
Sontak relawan Prabowo-Sandi menyebut kata 'bohong'. Titiek kemudian mengeluarkan celetukan. "Bohong kok minta dipilih dua kali," kata eks politikus Golkar itu. (elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini