"Iya. Kemarin sudah saya laporkan langsung itu. Ke BK," ujar Muspani saat dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Muspani lalu menjelaskan alasannya melaporkan Nono. Laporan tersebut sebagai bentuk keprihatinan keduanya atas tindakan sepihak Nono yang mengatasnamakan lembaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muspani menduga, surat permintaan peninjauan ulang keberadaan Mahkamah Konstitusi yang ditandatangani Nono melanggar tata tertib DPD RI yang tertuang dalam Peraturan DPD RI Nomor 3 tahun 2018.
"Kita berharap, ini kritik kita kan sebenarnya kita sampaikan kepada internal, kepada BK supaya ditelaah lagi. Kita menjunjung tinggi konstitusi juga menjunjung tinggi aturan main tata tertib lembaga. Buktinya kan anggota mempersoalkan itu. Sayang sekali. Kita mau mengingatkan, sebagai sebuah lembaga yang dipilih langsung kok bisa keputusannya kayak begitu," beber Muspani.
Muspani berharap BK dapat segera menindaklanjuti laporannya bersama Bambang.
"Tapi sebetulnya maksud kami, kami ingin mendudukkan bahwa marwah lembaga itu pada tempatnya. Jangan seolah-olah kita nggak mengerti konstitusi, nggak mengerti lembaga," katanya.
Sebelumnya, DPD mengirimkan surat seruan peninjauan ulang keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK). Peninjauan ulang MK itu buntut dari putusan MK yang melarang calon anggota DPD rangkap posisi sebagai pengurus parpol.
DPD menilai Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 di atas telah melanggar Pasal 28I UUD 1945. Yaitu hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Wakil Ketua DPD Nono Sampono menjelaskan surat bernomor HM.02.00/601/DPDRI/IX/2018, tertanggal 21 September 2018 itu tak hanya datang dari lembaganya. DPR dan MPR, sebut Nono, juga membuat surat serupa untuk MK.
"Jadi begini, yang membuat pernyataan itu tidak hanya DPD, DPR juga membuat dan MPR juga. Tiga lembaga yang membuat. Baru pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan sebuah keputusan lembaga peradilan direspons oleh tiga lembaga," kata Nono di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/10).
(mae/gbr)