Wakil Ketua DPD Nono Sampono menjelaskan surat peninjauan MK itu tak hanya datang dari lembaganya. DPR dan MPR, sebut Nono, juga membuat surat serupa untuk MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan MK perlu merespons ketiga surat itu. Menurut Nono, jika MPR/DPR/DPD mengeluarkan surat serupa secara bersamaan kepada MK, artinya ada suatu kejanggalan dalam putusan lembaga itu.
"Ya perlu ada respons lah. Kalau sampai tiga lembaga itu berarti ada sesuatu... Kalau nggak kan hanya DPD sendiri kan. Itu ada tiga lembaga bikin surat," ujar dia.
Lantas, seperti apa peninjauan ulang yang dimaksud DPD? Nono mengatakan peninjauan itu bukan berarti membubarkan MK.
"Nggak, nggak seperti itu (membubarkan). Keputusan itu yang perlu dilihat. Kan di sana bukan malaikat, bukan dewa. Mau contoh? ketuanya kan pernah kena, anggotanya pernah kena masalah di KPK. Bukan malaikat, kewenangannya kayak malaikat tapi kan orangnya," tegas Nono.
Beredar surat DPD RI yang menyerukan peninjauan ulang keberadaan MK. Surat ini menyusul putusan MK yang melarang calon anggota DPD rangkap posisi sebagai pengurus parpol.
DPD menilai Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 di atas telah melanggar Pasal 28I UUD 1945. Yaitu hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
"Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia menyatakan sikap politiknya untuk segera meninjau kembali keberadaan Mahkamah Konstitusi yang dalam pelaksanan wewenang dan tugas konstitusionalnya tidak mencerminkan sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang memiliki kewajiban mengawal penegakan hukum dan konstitusi," demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
(tsa/rvk)