Namun menurut JK, maskapai low cost carrier bukan menjadi penyebab rawannya kecelakaan penerbangan, termasuk jatuhnya Lion Air JT 610.
"Karena kalau low cost penyebabnya mereka sudah berhenti beroperasi, (kalau karena) secara ekonomis, tapi tetap berjalan, tetap menambah, berarti ini untung, kan. Low cost memang ada beberapa hal, pesawat itu minimum 10 atau 15 jam beroperasi, contohnya," kata JK di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK mencontohkan pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, yang sehari sebelumnya baru tiba di Jakarta pada malam hari, Minggu (29/10).
"Kan seperti ceritanya (Lion Air JT 610) baru tiba di Jakarta hampir tengah malam, kan. Jadi berputar terus ini pesawat. Oleh karena itu, pengecekan oleh perusahaan sendiri dan regulator, Perhubungan dalam hal ini, harus lebih baik lagi," ujarnya.
Menurut JK, bisnis yang memiliki regulasi paling ketat adalah bisnis di bidang penerbangan, meskipun itu bisnis maskapai low cost carrier.
"Bisnis yang paling ketat regulasinya itu penerbangan. Pengalaman saya punya pesawat, itu terbang sudah berapa jam harus dicek. Atau berapa lama, enam bulan atau satu tahun, harus dicek. Kalau nggak (dicek), nggak bisa terbang, begitu. Jadi sebenarnya regulasi itu cukup ketat," tuturnya.
Untuk menjamin industri penerbangan tetap aman, JK menjelaskan, persentase jumlah kecelakaan harus dibandingkan dengan jumlah penerbangan. Jumlah kecelakaan pesawat tidak dapat dilihat dalam ukuran waktu.
"Persentase jumlah kecelakaan harus dibandingkan dengan jumlah penerbangan. Tidak bisa katakan 20 tahun lalu tidak ada kecelakaan, sekarang ada kecelakaan, itu beda. Karena sama dengan di jalan. Kecelakaan itu cenderung lebih banyak apabila kendaraan lebih banyak kendaraan lewat, kemacetan, dan sebagainya," jelasnya. (nvl/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini