Tak Terbukti Pungli, 3 Nelayan Pulau Pari Divonis Bebas

Tak Terbukti Pungli, 3 Nelayan Pulau Pari Divonis Bebas

Arief Ikhsanudin - detikNews
Minggu, 28 Okt 2018 16:09 WIB
Foto: LBH Jakarta jumpa pers soal 3 nelayan Pulau Pari yang bebas di tingkat banding (Arief-detik)
Jakarta - Tiga nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus pungutan liar (Pungli). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DKI Jakarta pun berharap nelayan lain, Sulaiman dibebaskan dalam kasus penyerobotan lahan.

Nelayan yang sudah dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta adalah Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bahrudin alias Edo. Mereka diketahui bebas setelah LBH mendapat salinan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 242/PID.B/2018/PT.DKI tanggal 5 September 2018 dan 243/PID.B/2018/PT.DKI tanggal 5 September 2018.

"Menyatakan Terdakwa I dan Terdakwa II tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan," putus ketua majelis banding, Imam Sungudi, dalam salinan putusannya di website MA, Minggu (28/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Ketiga nelayan itu dikenakan kasus pungutan liar atau Pungli si kawasan Pulau Pari. Mereka dituduh menarik uang sebesar Rp 5.000 dari setiap wisatawan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis enam bulan penjara pada 17 November 2017.

"Sebelumnya, mereka ditahan selama enam bulan dengan tuduhan melakukan pemerasan seperti pada Pasal 368 ayat 1 KUHP, terhadap pengunjung Pulau Pari," ucap pengacara publik LBH Jakarta Nelson Simamora, kepada wartawan di kantornya, Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (28/10/2018).

Menurut Nelson, ada beberapa pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan bebas. Pertimbangan tersebut sepeti tidak ada saksi yang melihat, diperbolehkannya pengumpulan dana, serta masalah pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat.



"Tidak ada saksi yang melihat ancaman kekerasan tersebut. Tindakan pengumpulan donasi oleh masyarakat setempat bukanlah pelanggaran karena tidak ada dasar hukumnya," ucap Nelson.

"Perbuatan mengumpulkan donasi bukanlah memeras atau mencari keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain," sambungnya.

Selain itu, LBH DKI Jakarta meminta Pengadilan Negeri Jakarta Utara membebaskan Sulaiman dalam kasus penyerobotan lahan. Pelapor, Pintarso Adijanto, dianggap memiliki sertifikat yang bermasalah di Pulau Pari.

"Kepemilikan tanah yang dimiliki oleh Pitarso Adijanto telah dimentahkan oleh Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI yang menyatakan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM), dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari maladministrasi," kata Nelson.

Nelson menyebut ada dugaan kriminalisasi dilakukan oleh Polres Kepulauan Seribu. Ada beberapa warga yang dipanggil dalam kasus sengketa Pulau Pari.

"Koalisi Selamarkan Pulau Pari menghimbau kepada Kepolisian Resort Kepulauan Seribu untuk menghentikan kriminalisasi terhadap nelayan Pulau Pari setelah tiga orang dinyatakan bebas," ucap Nelson.

(aik/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads