Gugatan itu diajukan oleh WN Penjaringan, Husdi Herman dan warga Pondok Gede, Viktor Santoso. Keduanya sehari-hari berprofesi sebagai avokat. Mereka menggugat Pasal 31 A ayat 1 dan ayat 4 UU Mahkamah Agung.
Pasal itu berbunyi:
Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan Pasal 31 ayat 1 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'proses pemeriksaan dalam persidangan atas permohonan keberatan hak uji materiil dilakukan dengan dihadiri para pihak-pihak yang berperkara dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum," ujar penggugat sebagaimana dikutip dari salinan gugatan yang dilansir website MK, Jumat (19/10/2018).
Penggugat menilai alasan MA yang tidak bisa membuka sidang terbuka untuk umum karena dibatasi waktu maksimal 14 hari tidak beralasan. Sebab, MA bisa saja membuat Peraturan MA yang mengakomodir semangat persidangan yang terbuka dan dapat dilihat secara transparan oleh masyarakat. Penggugat menyamakan konsep sidang di MK yang terbuka dan dapat disaksikan oleh setiap orang.
"Bedanya, MK mengadili pertentangan norma UU terhadap UUD, sedangkan MA mengadili pertentangan norma peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU," ujarnya.
Permohonan ini baru diregister MK pada 16 Oktober lalu. Sebelumnya materi serupa pernah digugat juga.
Tonton juga 'Ungkapan Hati Korban Hoax Rusuh Demo di MK':
(asp/rvk)











































