DKPP Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Etik 2 Anggota Bawaslu

DKPP Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Etik 2 Anggota Bawaslu

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 10 Okt 2018 16:50 WIB
DKPP gelar sidang dugaan pelanggaran kode etik dua anggota Bawaslu (Foto: Yulida Medistiara/detikcom)
Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik dua anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dan Rahmat Bagja. Sidang digelar atas aduan LBH Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia (Almisbat) yang menduga kedua komisioner Bawaslu membiarkan dugaan kampanye hitam gerakan hashtag 2019 Ganti Presiden.

Fritz dan Bagja hadir dalam sidang yang digelar di gedung DKPP. Ketua Bawaslu Abhan juga hadir sebagai pihak ketiga. Di awal sidang, M Ridwan selaku pelapor membacakan permohonannya di depan majelis pemeriksa DKPP.


"Kita mengadukan terkait kode etik bahwa ada komisioner Bawaslu yang mengatakan 2019 Ganti Presiden bukan kampanye hitam. Kami melihat peristiwa ini pada tanggal 28 Agustus di saat Saudara Fritz dan Rahmat Bagja mengatakan bahwasannya hashtag 2019 Ganti Presiden bukanlah kampanye hitam," kata M Ridwan di DKPP, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ridwan, di balik hashtag 2019 Ganti Presiden itu terdapat tokoh politik seperti Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera serta eks jubir HTI Ismail Yusanto yang mengatakan 2019 ganti sistem dan ganti Presiden. Menurut Ridwan, pernyataan yang dilakukan pada saat belum masa kampanye merupakan kampanye hitam.


"Padahal, orang-orang yang terlibat dalam gerakan 2019GantiPresiden adalah tokoh-tokoh partai politik yang mendukung. Di mana salah satunya adalah Mardani Ali Sera sebagai orang DPR RI, di saat itu dia menyatakan 2019 Ganti Presiden bersama Ismail Yusanto. Ismail Yusanto menyatakan 2019 ganti sistem. Kalau dikatakan ini bukanlah kampanye hitam saya pikir Mardani sebagai DPR RI belum mengetahui belum masuk masa kampanye, tapi dia sudah berpikir untuk mengganti presiden. Jadi kami anggap di situ itu adalah bagian dari kampanye hitam," papar Ridwan.

Ridwan menilai pernyataan dari anggota Bawaslu Fritz Edward dan Rahmat Bagja yang menilai ungkapan Mardani dan Ismail sebagai kebebasan berekspresi dan bukan kampanye hitam sebagai salah. Ridwan menganggap kedua komisioner Bawaslu ini berpihak pada pasangan bakal calon tertentu. Menurutnya seharusnya anggota Bawaslu bersikap netral.


"Lalu Saudara Fritz menyatakan itu sebagai kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat. Sedangkan, saudara Rahmat Bagja mengatakan itu bukanlah black campaign. Sebagai komisioner Bawaslu seharusnya Saudara Fritz dan Rahmat Bagja mengetahui di bawah sudah sangat ramai. Sebagai komisioner seharusnya juga netral terhadap hastag 2019 ganti presiden, bukannya malah memberikan suatu dengan tegas bahwa itu bukan black campaign. Menurut kami seperti itu Yang Mulia," ujar Ridwan.

Menurut Ridwan pernyataan kedua komisioner Bawaslu ini melanggar aturan mengenai kode etik.


"Yang Mulia dan pasal yang dilanggar adalah Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) terkait aturan penyelenggara Pemilu RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilihan umum," imbuhnya.

Almisbat membuat laporan ini pada Jumat (7/9) lalu. Saat itu mereka melampirkan barang bukti berupa video dan berita yang memuat pernyataan dua komisioner Bawaslu soal aksi 2019 Ganti Presiden bukan kampanye hitam. (yld/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads