"Menyatakan terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi," ujar ketua majelis yang juga Ketua Bawaslu Abhan dalam persidangan di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan KPU terkait pencalonan anggota DPD dianggap sesuai dengan putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018, yang mengatur larangan bagi pengurus partai politik menjadi anggota DPD. Dalam pertimbangannya, Bawaslu mengatakan sesuai dengan putusan MK, aturan tersebut berlaku surut.
"PKPU Nomor 26 Tahun 2018 sebagaimana dimaksud merupakan tindak lanjut dari putusan MK, yang mana berdasarkan pendapat majelis putusan MK bersifat final. Tidak dapat dilakukan upaya hukum lain, yang mana pemberlakuannya sejak dibacakan putusan dimaksud dan berlaku ke depan," kata anggota majelis, Fritz Edward Siregar.
"Menurut pendapat majelis, dalam putusan MK 30 terdapat frasa 'telah dimulai' yang mana dapat diartikan bahwa tahapan penetapan calon DPD masih dalam proses sampai dengan telah ditetapkan sebagai calon tetap," sambungnya.
Fritz mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, Bawaslu menyatakan tidak terdapat pelanggaran, sehingga mekanisme proses pendaftaran DPD pemilu dinyatakan tidak melanggar aturan.
"Bawaslu terhadap hasil pemeriksaan mengambil kesimpulan, bahwa tidak terdapat pelanggaran tata cara prosedur mekanisme pada proses Pemilu 2019 yang dilakukan terlapor, KPU," kata Fritz.
Sebelumnya, pihak OSO menyatakan aturan yang diberlakukan KPU melanggar administrasi. Hal ini dikarenakan, menurutnya, putusan MK terkait syarat pendaftaran DPD tidak berlaku surut.
Diketahui OSO sendiri mengajukan dua gugatan berbeda ke Bawaslu terhadap KPU, yaitu terkait dugaan pelanggaran administrasi dan pencoretan dirinya dari daftar caleg tetap (DCT). Terkait gugatan pencoretan ini, Bawaslu belum melakukan sidang putusan. (dwia/nkn)