"Tadi saya cek, kalau surat permohonannya belum diterima oleh unit Labuksi. Kami mengingatkan akan lebih baik pembayaran dimaksimalkan saja dulu karena masih banyak selisihnya dari USD 7,3 juta. Akan lebih baik dilunasi saja," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
Baca juga: Episode Baru Drama Setya Novanto |
Febri sendiri belum menyebut kurs mana yang digunakan dalam pembayaran ini. Dia mengaku harus memastikan hal tersebut ke unit Labuksi (Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Ekseskusi) KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novanto beberapa kali mengaku kesulitan membayar hukuman tambahan uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Novanto pun meminta agar pembayaran uang pengganti itu menggunakan kurs lama.
"Saya kirim surat kepada KPK karena uang pengganti itu yang harus dibayar adalah USD, waktu dulu tidak tertera kurs (dolar ke rupiah) berapa. Saya minta jaksa KPK USD yang lama," kata Novanto dalam sidang terdakwa Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (18/9).
Sebagai informasi, Novanto sudah mencicil uang pengganti yang totalnya USD 7,3 juta itu. Novanto pernah menitipkan Rp 5 miliar ke KPK, kemudian mencicil USD 100 ribu, dan ditambah penyitaan KPK pada rekeningnya senilai Rp 1.116.624.197. Namun pembayaran itu belum cukup untuk melunasi hukuman uang penggantinya.
Untuk pidana pokoknya, dia divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Untuk pidana denda Rp 500 juta, Novanto sudah melunasinya.
Ditemui usai persidangan, pengacara Novanto, Firman Wijaya, menyebut permohonan kurs yang dimintakan Novanto yaitu pada tahun 2011 ketika proyek e-KTP bergulir. Sebagai informasi saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berkisar di angka Rp 14 ribuan. Sedangkan untuk tahun 2011 berada di angka Rp 9 ribuan. (haf/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini