"Menurut Pasal 46 ayat (2) KUHAP, terhadap perkara yang sudah diputus, maka benda sitaan diserahkan kepada pihak yang disebut dalam vonis, untuk negara, dipergunakan bagi perkara lain atau untuk dimusnahkan," ujar Prof Hibnu Nugroho kepada detikcom, Minggu (2/9/2018).
Menurut guru besar pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu, Hibnu menilai putusan di atas rupanya hakim berusaha untuk berhati-hati melindungi kepentingan masyarakat, dalam hal ini para korban. Sehingga aset untuk sementara berada di tangan pemerintah.
"Kelak setelah inkracht ada baiknya pemerintah bekerja sama dengan kas negara mengatur pengembaliannya kepada para korban," ujar kata Hibnu.
Dalam putusannya, hakim menyatakan Anniesa-Andika-Kiki mencuci uang jemaah mencapai Rp 905 miliar. Dari jumlah itu, telah disita aset senilai Rp 60-an miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, PN Depok pada 30 Mei 2018 memutuskan merampas aset bos First Travel untuk negara. Alasannya, akan terjadi ketidakpastian hukum bila aset-aset yang diminta jaksa dalam tuntutan dikembalikan kepada calon jemaah yang menjadi korban.
"Namun oleh karena pengurus pengelola aset korban First Travel menyatakan menolak, baik melalui surat dan di persidangan, maka untuk mencegah terjadinya ketidakpastian hukum atas barang bukti tersebut, maka adil dan patut apabila barang bukti poin 1-529 dirampas untuk negara," tegas hakim dalam sidang vonis bos First Travel di PN Depok. (asp/rvk)