"Memang sudah ada identifikasi dugaan pembiayaan untuk kegiatan parpol, tapi kami masih fokus pada penelusuran fakta-faktanya," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom, Jumat (31/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita mau progresif dalam kaitan pidana korporasi dihubungkan dengan membangun peradaban politik, demokrasi hukum dan tata negara--yang seharusnya syarat dengan nilai-nilai keadilan--maka sebaiknya kalau memang bisa dibuktikan adanya aliran dana ke partai politik (dikaitkan juga dengan Tindak Pidana Pencucian Uang), maka demi keadilan dan peradaban berpolitik yang membangun demokrasi yang berkeadilan juga, maka sebaiknya parpol tersebut diajukan atau diadili guna kemudian hakim akan memutuskan apakah tuntutan KPK misalnya atas pembubarannya (sebagaimana dalam pidana korporasi dimintakan pertanggungjawaban atau ganti rugi dan lain-lain dll)," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang secara terpisah.
"Karena parpol sebagai salah satu penentu masa depan bangsa yang beradab seyogyanya oleh KPK bisa diminta pertanggungjawaban lalu bila hakim sependapat misalnya bahkan dapat dibubarkan (di samping wewenang Mahkamah Konstitusi yang dapat membubarkannya). Dalam kerangka panjang hal ini akan lebih baik buat negeri ini guna dengan cepat bisa keluar dari jebakan perilaku korup," imbuh Saut.
Aturan pidana korporasi dapat mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang kerap disebut UU Tipikor.
Karena parpol sebagai salah satu penentu masa depan bangsa yang beradab seyogyanya oleh KPK bisa diminta pertanggungjawabanWakil Ketua KPK Saut Situmorang |
Pasal 1 angka 1 UU Tipikor berbunyi:
Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Kemudian pada Pasal 20 ayat (2) berbunyi:
Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Setelah diproses nanti hingga persidangan, majelis hakim dapat menilai ada tidaknya kesalahan seperti termaktub dalam Perma Nomor 13 Tahun 2016, khususnya dalam Pasal 4 ayat (2) yang bunyinya:
Dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain:
a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi;
b. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Simak video Larang Eks Koruptor Nyaleg, Bentuk KPU Tegakkan Semangat Pemilu (dhn/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini