"Saya nggak tahu-menahu, ya," ucap Wahyu ketika meninggalkan KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/8/2018).
Wahyu dikenal sebagai ketua majelis hakim yang memvonis Meliana (sebelumnya disebut Meiliana) 18 bulan bui karena mengeluhkan suara azan. Namun perkara itu tidak ada sangkut pautnya dengan OTT KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam OTT KPK, Wahyu turut diamankan bersama dua hakim lain, yaitu Sontan Merauke Sinaga dan Merry Purba. Mereka sebelumnya membacakan vonis perkara korupsi dengan terdakwa Tamin Sukardi, tetapi hanya Merry yang berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Merry diduga KPK menerima suap dari Tamin bersama seorang panitera pengganti bernama Helpandi. Sedangkan Wahyu dan Sontan dilepaskan KPK lantaran belum ada bukti kuat yang mengarah pada keduanya. Mereka berstatus sebagai saksi, termasuk Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, yang juga sempat diamankan.
Tamin menjalani sidang putusan (vonis) pada 27 Agustus. Tamin divonis pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 132 miliar.
Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya menyebut suap diberikan agar vonis dikurangi dari tuntutan. Namun Wahyu menyebut vonis yang dijatuhkannya itu atas pertimbangan, bukan karena uang.
"Ya, itu pertimbangan majelis. Nggak ada (kaitan dengan suap)," kata Wahyu.
Dalam perkara ini, Merry diduga menerima SGD 280 ribu atau sekitar Rp 3 miliar dari Tamin. Merry dan Tamin pun ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, seorang panitera pengganti PN Medan bernama Helpandi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Kemudian ada pula orang kepercayaan Tamin bernama Hadi Setiawan yang ditetapkan sebagai tersangka, tapi Hadi sampai saat ini masih bebas dan diminta KPK menyerahkan diri. (haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini