Awalnya, Rudi bercerita ditemui seorang pengusaha bernama Imran S Djumadil di sebuah lokasi spa di Jakarta. Saat itu, Imran meminta pada Rudi agar Amran yang diakunya sebagai saudara mendapat posisi tersebut.
"Kita harus ke fraksi PDIP di Senayan. Waktu itu ada kekosongan, seharusnya Ketua Fraksi Mbak Puan tapi sudah jabat menteri, akhirnya (menghadap) sekretaris, Pak Bambang Wuryanto. Kita hadap dulu untuk sampaikan usulan," kata Rudi yang juga Bupati Halmahera Timur nonaktif itu dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang saya tangkap karena jabatan saya sebagai Ketua DPD PDIP. Saya dianggap punya kedekatan dengan pusat, alangkah baiknya Pak Rudi mengusulkan," tutur Rudi.
Dokumen beserta curriculum vitae Amran pun dibawa Rudi ke ruang sekretaris fraksi PDIP di DPR. Beberapa bulan berlalu, Rudi mengaku dipanggil oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait usulannya terkait Amran.
"Saya dipanggil Hasto bukan untuk suksesi Amran tapi di sela acara dinas. Dia (Hasto) tanya apa betul kalian berdua usulkan. Dia (Hasto) tanya alasan, kami jawab karena dia (Amran) putra daerah," ucap Rudi.
Dalam perkara ini, Rudi didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat dan Singapura. Duit itu diterima Rudi dari Amran.
Rudy menerima duit Rp 500 juta dari Amran pada 27 November 2017 lewat rekening keponakannya Muhammad Risal. Uang itu disebut jaksa diberikan Amran setelah Rudy meminta bantuan untuk dana kampanye dalam pilkada Halmahera Timur.
Tonton juga video: '199 Eks Koruptor Nyaleg, DPR: Ikuti Aturan KPU'
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini