"Pada 2017 lalu pada bulan yang sama, ada lebih dari 2.567 hotspot. Pengindraan satelit kita bisa melihat spot-spot panas kebakaran hutan gimana. Ada 2.000 lebih," ujar Wiranto usai rapat koordinasi khusus (Rakorsus) tingkat menteri soal Pengendalian Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (14/8/2018).
"Pada bulan yang sama pada 2018 berkurang tinggal 1.707-an hotspot. Namun tetap ada kebakaran," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kabut Asap Mulai Ganggu Masyarakat Pontianak |
Dia mengatakan upaya menekan kebakaran hutan ini dilakukan secara berkesinambungan tiap tahun. Wiranto mengatakan karhutla yang terjadi di Indonesia disebabkan masyarakat yang membakar hutan untuk berladang.
Dia mengatakan upaya penyadaran kepada masyarakat terkait cara mereka membuka lahan jadi persoalan yang paling berat. Pasalnya cara ini sudah dilakukan secara turun-temurun.
"Memang kendala yang paling berat adalah gimana caranya kita mengubah perilaku masyarakat tradisional yang pada akhir musim kemarau membakar lahan dan hutan untuk lahan perkebunan dan pertanian mereka," ujar Wiranto.
Wiranto ingat pada awal tahun 2000, banyak negara yang kerap komplain akibat kabut asap. Pada masa itu, Indonesia sempat disebut sebagai gudang asap.
"Pada awal-awal tahun 2000-an sampai 2010 tiap tahun kita dapat komplain dari negara lain soal asap yang diakibatkan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Bahwa Indonesia gudang asap. Karena hutan terbakar di musim kemarau," papar dia.
Tonton juga video: 'Panglima TNI Bakal Jamin Asian Games 2018 Bebas Asap!'
(jbr/hri)