Capaian RI soal Kehutanan Dapat Apresiasi Asing

Capaian RI soal Kehutanan Dapat Apresiasi Asing

Prima Fauzi - detikNews
Kamis, 09 Agu 2018 16:58 WIB
Foto: (Reuters)
Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis buku berjudul The State of Indonesia's Forests (SoIFo) 2018. Buku tersebut menjelaskan perubahan mendasar dan upaya pemerintah dalam sektor kehutanan yang mendapatkan apresiasi dari pihak asing.

"Arahan Bapak Presiden jelas, saatnya hutan untuk rakyat dan lingkungan lestari. Kita terus bekerja melakukan perubahan tata kelola hutan dengan keberpihakan pada rakyat," tegas Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/8/2018).

Beberapa apresiasi pun diungkapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Dubes Norwegia untuk Indonesia, dan lembaga PBB di bidang kebijakan lingkungan United Nations Environment Programme.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami tahu proses pembuatan buku ini sangat berat, karena objek yang dibahas dalam buku terkait kebijakan, yang memerlukan pengumpulan, penampilan data dan bukti yang cukup," ujar FAO (Food and Agriculture Organization) Representative, Stephen Rudgard.

Sementara Dubes Norwegia untuk Indonesia, Vegard Kaale mengungkapkan apresiasi pada Menteri Siti Nurbaya melalui akun media sosialnya.


"Norwegia memberikan selamat kepada Menteri #SitinurbayaLHK dalam menigkatkan transparansi dan akuntabilitas di bidang #ForestManagent selama peuncuran #StateOfTheForestInIndonesia #SOIFO #Climateforest," tulis Kaale.

"The 2018 #StateOfTheForestInIndonesia menunjukkan kehutanan dalam keadaaan lebih baik dibandingkan satu dekade yang lalu #SitiNurbaya LHK #Indonesia #Climateforest," tambah Kaale dalam postingan berikutnya.

Erik Solheim, Eksekutif Direktur UNEP (United Nations Environment Programme), menyatakan bahwa kebijakan KLHK di bawah pimpinan Siti Nurbaya, telah membawa wajah baru Indonesia di mata dunia internasional.

"Kementerian Kehutanan di Indonesia secara historis telah menjadi kementerian deforestasi, Ibu Siti telah mengubahnya menjadi sebuah kementerian konservasi hutan," ujar Solheim.

Sebelumnya Siti menerangkan bukti dari upaya pelestarian hutan pada angka deforestasi yang terus menurun. Dari tahun 2014 hingga 2015 laju deforestasi adalah 1,09 juta hektar, dari tahun 2015 hingga 2016 menurun menjadi 0,63 juta hektar, dan dari tahun 2016 hingga tahun 2017 tinggal 0,48 juta hektar per tahun.


Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah memiliki komitmen untuk partisipasi dan pemberdayaan masyarakat melalui percepatan program perhutanan sosial. Sebelum tahun 2015, masyarakat hanya dapat mengelola 7% dari kawasan hutan, tetapi dengan agenda Presiden Jokowi tentang Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, itu akan meningkat secara signifikan menjadi 33%.

Siti mengatakan, untuk reforma agraria dilakukan dengan skema distribusi lahan seluas 4,1 juta hektar, dan Perhutanan Sosial 12,7 juta hektar.

Menurut Siti, paradigma konservasi hutan juga bergeser dari pagar kawasan lindung dan mengecualikan orang, ke agenda bermitra dengan masyarakat di sekitar kawasan konservasi untuk mengelola wilayah tersebut.

"Kami merancang zona tradisional di dalam taman nasional untuk dikelola secara kolaboratif dengan masyarakat. Kami juga mengelola sekitar 27,4 juta ha kawasan konservasi hutan dan laut menggunakan manajemen berbasis resor sehingga masalah di lapangan dapat ditangani dengan cepat dan tepat", ucap Siti.


Siti mengatakan pemerintah juga telah mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk menjaga kontribusi ekonomi kayu terhadap ekonomi nasional namun mempertahankan sumber daya hutan dan lingkungan. Menurutnya, instrumen ini sangat penting untuk mencapai pengelolaan hutan produksi lestari di Indonesia. Indonesia juga merupakan negara pertama yang menandatangani perjanjian FLEGT-VPA dengan UE.

"Paradigma baru pengelolaan hutan tidak hanya mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, tetapi juga aspek ekonomi. Dengan lebih mengintensifkan pemanfaatan jasa ekosistem hutan termasuk daerah aliran sungai, air untuk energi, keanekaragaman hayati, penyerapan karbon dan bahkan panas bumi dan tenaga air", paparnya. (idr/idr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads