Para penyintas tragedi itu pun berkumpul hari ini. Mereka mengenang peristiwa itu sekaligus saling memberikan semangat bagi para keluarga yang ditinggalkan para korban dalam wadah Ikatan Keluarga Penyintas Indonesia (IKPI).
Mereka berkumpul di D Hotel, Jalan Sultan Agung Nomor 9, Jakarta Selatan, Minggu (5/8/2018). Para korban selamat sempat mengalami trauma seperti yang dialami Didik Hariyono yang kini menjabat sebagai Ketua IKPI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misal dengar suara petasan, kaget, atau lihat di media ada peristiwa bom lagi, kepikiran," ucap Didik.
Saat itu, Didik mengalami luka bakar 70 persen serta patah tulang di kaki, tangan, dan bahu sebelah kanan. Dia kemudian harus menjalani operasi bedah plastik dan operasi penyambungan tulang.
"Kalau rawat jalannya lebih 5 tahun dari 2003 sampai 2008, berobat terus saya," kata Didik.
Kisah berbeda disampaikan Mahanani (51). Dia kehilangan suaminya, Slamet Heriyanto, yang menjadi korban tewas dari tragedi tersebut.
"Jam 11 malam adik saya telepon bahwa suami saya meninggal. Saya langsung teriak. Almarhum datang jam 3 pagi, dianter ambulans, kita bisa lihat wajah atasnya aja. Rembesan darah masih ada, tidak bisa dibuka semua. Dibuka hanya atasnya aja, bawahnya nggak boleh. Saya pasrah sama Allah," kata Mahanani sembari menitikkan air mata.
Suasana haru menyelimuti peringatan tersebut. Tampak beberapa penyintas tak kuasa menahan tangis, tapi setelahnya mereka saling menguatkan untuk melanjutkan hidup. Febby Firmansyah, salah seorang korban lainnya yang juga aktif di IKPI, menyebut acara itu bukan untuk membuka luka lama tetapi untuk saling mempererat silaturahmi serta saling menguatkan.
Tragedi bom JW Marriott terjadi pada 5 Agustus 2003, pukul 12.45 WIB. Ledakan bom bunuh diri menggunakan mobil Toyota Kijang bernomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai Asmar Latin Sani. Ledakan tersebut menewaskan 14 orang dan 156 korban luka-luka. (dhn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini