"Penurunan (elektabilitas) parpol lantaran nggak ada capres/cawapres itu harus diuji. Mungkin hipotesis, tapi harus diuji apakah iya gara-gara nggak ada cawapres lantas suaranya jatuh? Kita lihat nanti," kata SBY di kediamannya Jl Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Rabu (25/7/2018).
Baca juga: SBY Serahkan Posisi Cawapres ke Prabowo |
"Kalau saya sebagai pemimpin Partai Demokrat dalam Pilpres 2019 saya punya kader cawapres, kampanye kami kira-kira begitu. Kalau kami nggak punya kader sebagai cawapres, kampanye kita lain. Tetap ikhtiar bagaimana kampanye paling baik, baik kita punya cawapres maupun tidak," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya harus katakan lagi, bagi Demokrat, cawapres bukan harga mati, tapi jadi harapan kader kalau salah satu putra partai kami punya peluang. Mudah-mudahan tidak benar mitos, kalau kita tidak punya cawapres, lantas suara partai kita turun drastis. Kita lihat saja nanti, kami akan ikhtiar," sebut dia.
SBY juga tidak setuju Pemilu 2019 memakai ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20 persen. Dia menilai, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan dibatalkannya presidential threshold, akan ada situasi yang baru dalam pesta demokrasi pada 2019.
Baca juga: SBY-Zulkifli Belum Deal Koalisi |
"Soal uji materi di MK tentang PT (presidential kita lihat nanti. Kalau saya ditanya apakah SBY setuju gunakan PT 20 persen yang gunakan suara lima tahun sebelumnya, saya nggak setuju. Saudara boleh catat, ada seorang yang namanya SBY yang nggak setuju dengan logika yang dibangun dalam UU itu dan kemudian SBY kalah. Saya terima kekalahan karena itulah demokrasi, kalau misalkan MK dengan kejernihan penglihatan dan logikanya, akhirnya mengabulkan dibatalkannya PT 20 persen, berarti ada situasi baru. Kita lihat nanti saja," tutur dia. (dnu/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini