Ratih sedang berjuang lolos seleksi taruni Akpol 2018. Dia mengaku sempat membahas tentang cita-citanya menjadi polisi kepada kedua orang tuanya.
"Mau gapai cita-cita (menjadi polisi) dan bahagiakan orang tua. Orang tua kebetulan sudah tidak ada. Tapi waktu SMA, saya sudah bilang mau jadi polisi," kata Ratih kepada detikcom di Gedung Serbaguna Pancasila Akpol, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (25/7/2018).
"Kan disuruh kalau habis pengumuman (setiap tes selama mengikuti proses seleksi), disuruh menghadap ke belakang (ke arah orang tua), disuruh dadah-dadahi orang tua. Lihat teman-teman dadah sama orang tua. Jadi rindu. Itu sedih saja," tutur Ratih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekitar 8 bulan mulai Muaythai. Memang itu untuk persiapan fisik," cerita dia.
Dia mengaku tak ada cita-cita lain selain menjadi seorang polisi. Menurut Ratih, polisi adalah pekerjaan yang dekat dengan masyarakat dan bisa membuatnya kenal dengan banyak orang.
"Saya mau mengabdi pada negara, berkomunikasi dengan banyak masyarakat. Saya nggak ada cita-cita lain," ucap dia.
Ratih mengaku kemampuan akademiknya tak terlalu tinggi. Namun selama proses seleksi, dia unggul pada pemeriksaan jasmani dan psikologi.
"Di tes jasmani nilai 72, dengan psikolog 71. Push up kemarin dapat 38 kali dalam 1 menit, sit up 91 kali dalam 1 menit. Kalau renang 26 detik sepanjang 25 meter," kata Ratih.
Ratih adalah anak pertama dari dua bersaudara. Saat ini adik perempuannya duduk di bangku SMA. Jika dirinya lolos seleksi, dia ingin kelak dapat menyekolahkan adiknya ke pendidikan tinggi.
"Dua bersaudara, saya anak pertama. Adik umur 16 tahun. PR (pekerjaan rumah jika menjadi polisi) jadi tulang punggung. Apalagi adik mau kuliah," ucap dia.
Semenjak ibunya tiada pada 2017, Ratih diurus oleh bibi dari keluarga ayahnya. Bibinya yang mencari nafkah dari berjualan obat herbal yang mendukung Ratih agar bisa mengikuti tes seleksi Akpol.
"Ayah (meninggal) 2007, Ibu (meninggal) 2017. Sekarang tinggal sama bibi dari ayah. Meskipun orang tua sudah tidak ada, saya tetap semangat. Harus semangat buat orang tua bangga," ungkap Ratih.
Ratih mengaku proses seleksi yang dia jalani tak memakan biaya besar. Dia hanya perlu merogoh kantong untuk membayar fotokopi data diri dan materai.
"Nggak ada (biaya daftar catar Akpol). Cuma bayar fotokopi doang, yang mahal materai karena banyak data yang harus di materai, seperti KK," jelas dia.
Awal mendaftar sebagai calon taruni, Ratih mendatangi Polda Kalimantan Barat, berbekal ongkos dari bibinya. "Langsung ke polda. Karena sudah persiapan, saya buka terus websitenya. Ke polda sendiri, dikasih bibi ongkos," terang dia.
Ratih menuturkan selama proses seleksi, pamannya yang memberikan dukungan dengan datang ke Akpol. "Yang ikut ke sini paman," sambung dia.
Ratih merupakan 1 dari 19 calon taruni yang mendaftar di Polda Kalimantan Barat. Dari seluruh yang mendaftar, hanya empat yang dikirim Polda Kalimantan Barat untuk mengikuti seleksi tingkat pusat.
"Dari 19 calon taruni yang daftar, 4 yang dikirim ke pusat," tutup Ratih.
Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Arief Sulistyanto menerangkan salah satu sistem rekrutmen Akpol yang bebas KKN bertujuan untuk memberi kesempatan kepada anak bangsa yang berada dalam kondisi kurang beruntung, tapi memiliki kemampuan.
"Inilah salah satu tujuan rekrutmen bebas KKN. Supaya seperti dia (Ratih) ini memiliki kesempatan untuk menjadi seseorang," kata Arief di lain kesempatan.
Tonton juga 'Menteri Susi Lulus Paket C, Sandi: Kita Bisa Kasih KJP Plus':
(aud/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini