"Kami akan minta kepada pihak Polda berikan satu justifikasi bahwa memang sudah terjadi satu eminent danger (bahaya utama) kepada petugas yang bisa menjustifikasi penembakan itu. Mungkin kalau dia (yang menembak mati adalah) Polda Metro, kami akan undang Pak Kapolda," kata Komisioner Ombudsman Adrianus di kantor ORI, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat, Senin (23/7/2018).
Video 20Detik: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Hentikan Extra Judicial Killing
Adrianus menyarankan sebaiknya pihak kepolisian tak cepat berasumsi terhadap orang yang terindikasi sebagai penjahat. "Jadi jangan karena dia preman, bertato, agak suaranya naik sudah dikatakan sebagai (penjahat) bisa di tembak. Nggak bisa begitu,"ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya bisa saja (terjadi maladministrasi). Polisi kan misalnya kan di ring luar ya, misalnya apa ya, mengadakan body search, dasar dia apa mengadakan body search? Apa? Mohon maaf nih, mohon maaf, ada orang berrjenggot, mentang-mentang sekarang ada terorisme, dasarnya apa gitu. Itu harus dijelasin kan," sebut Adrianus.
"Polisi harus dengan tegas mengatakan dasar saya melakukan body search pada orang ini adalah apa gitu," tuturnya.
Total ada 643 kasus kejahatan dengan 320 pelaku yang diungkap jajaran Polda Metro Jaya. Dari 320 pelaku, 11 di antaranya ditembak mati dan 42 pelaku lainnya ditembak di bagian kakinya.
Penggunaan senjata api oleh aparat polisi memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009, yang di dalamnya secara tegas dan rinci menjabarkan dalam situasi apa penembakan itu dilakukan, termasuk prinsip-prinsip apa saja yang harus dipegang teguh aparat polisi dalam melakukan upaya tegas tersebut.
Tonton juga video: 'Ombudsman Sebut Kinerja Satgas Saber Pungli Belum Efektif'
(yas/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini