Tangisan Wahyudin dan Rahma itu mengundang tetangga di Jalan Kampung Cilangkap RT 002 RW 018, Cilangkap, Tapos, Depok, berdatangan. Wahyudin terus memeluk putra pertamanya itu sambil terus menangis.
Sampai saat ini, peristiwa yang terjadi pada Kamis (7/6) pagi itu masih lekat di ingatannya. Wahyudin dan istri hanya bisa pasrah dan ikhlas menerima kenyataan pahit atas kematian anak sulungnya itu.
"Saya dan istri sih sudah ikhlas lahir batin. Kalau anak saya ternyata (meninggal) bukan karena jatuh juga saya ikhlas, saya kalau sedih masih Mas tiap malam kalau ingat-ingat, tapi istri selalu menguatkan, suruh saya berdoa aja, salat," ujar Wahyudin dengan mata menerawang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Terus balik lagi itu jam 7-an almarhum Al main tuh ke depan kontrakan. Biasa dia main di situ, main sama anak tetangga ini seumuran. Saya sempet liatin, saya ajakin balik juga, tapi dia lagi main, ya namanya anak kecil kan main sama temen biasa di situ, ya saya duduk-duduk depan kontrakan," lanjutnya.
Setelah satu jam, Wahyudin mulai merasa kehilangan Al. Apalagi teman main Al sudah kembali ke rumahnya, sedangkan Al tidak menampakkan batang hidungnya.
"Ya saya ngecek ke tempat terakhir main di depan kontrakan, deket sumur situ halaman depan kontrakan," katanya.
Wahyudin kemudian berkeliling di sekitar kontrakan, tapi Al tidak ditemukan. Para tetangga pun tidak ada yang mengetahui ke mana perginya Al. Cemas semakin merundung, Wahyudin kembali mencari di sekeliling kontrakan.
"Tapi feeling saya kuat banget kalau anak tuh ada di sekitar depan sini, (tetapi) saya nggak (sampai) cek sumur saat itu," ujarnya.
Pencarian pun semakin diperluas. Wahyudin berkeliling kampung dan bertanya kepada warga.
Baca juga: Balita Tewas Tercebur Sumur di Jepara |
![]() |
Wahyudin berlari kencang ke arah kontrakan. Perasaannya semakin tak menentu ketika mendekati kontrakan. Begitu dia tiba di rumah kontrakan, dia mendapati anaknya sudah pucat lemas. Al ditemukan dari dasar sumur.
Sumur itu berada di depan kontrakan. Sumur hanya ditembok dengan tinggi tidak lebih dari 50 cm.
"Pas ngeliat anak saya diangkat udah saya lemes itu, saya peluk, saya tiup (beri napas buatan), keluar banyak air, tapi masih lemes kayak orang tidur itu, terus saya cek denyutnya udah nggak ada," tuturnya.
Kini, Wahyudin dan istri hanya bisa meratapi kepergian anak pertamanya itu. Wahyudin pun hanya bisa mengenang keceriaan, tangisan, dan manjanya Al kecil.
"Apiknya sama saya, mandi, buang air saya yang cebokin, nggak mau sama emaknya. Kalau kerja ngeliat saya tuh nangis, nggak mau liat saya kerja manggilin 'yahyu..yahyu (ayah Wahyu)'," kenangnya. (mei/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini