"Nggak boleh itu, kita bekerja dilindungi undang-undang. Apalagi digruduk begitu, itu bisa dijerat dengan UU 40 tahun 1999 (tentang Pers), maupun pidana karena melakukan pengrusakan," ucap anggota Dewan Pers Ratna Komala, saat dihubungi detikcom, Jumat (1/6/2018).
Menurut Ratna, berdasaran UU Pers, pihak yang merasa keberatan dengan pemberitaan bisa meminta hak jawab. Hak jawab itulah yang wajib dimuat oleh media yang dimaksud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewan Pers siap menerima aduan dari kader PDIP jika dalam pemberitaan Radar Bogor ada pelanggaran kode etik. Ratna kemudian mencontohkan aduan yang diterima Dewan Pers yakni soal isi berita tidak berimbang, wartawan tidak profesional, dan lainnya.
"Caranya adalah, Dewan Pers panggil semua pihak, teliti. Betul tidak, ada pelanggaran kode etik. Permasalahannya biasanya kode etik, tidak cover both side (berimbang), tidak akurat, dan sebagainya," ucap Ratna.
Setelah itu, Dewan Pers akan menilai apakah media tersebut melakukan pelanggaran. Sanksi pun akan diberikan jika terbukti media massa bersalah.
"Kalau misal ditemukan ada pelanggaran kode etik. Penyelesaian dengan hak koreksi yang dirugikan. Si media harus mengkoreksi, memberikan hak jawab, dia harus diwawancara, harus menjelaskan yang sebenar-benarnya," ucap Ratna.
"Hak koreksi, hak jawab, dan minta maaf jika itu benar-benar salah dan ditemukan pelanggaran etik," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, massa mendatangi kantor berita harian Radar Bogor di Jalan Raya Yasmin, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Mereka datang untuk melakukan protes atas pemberitaan terkait Megawati di Radar Bogor yang terbit pada Rabu (30/5) dengan judul "Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta".
PDIP sudah memberikan konfirmasi mengenai aksi yang dilakukan sejumlah kadernya. Menurut Ketua DPC PDIP Kota Bogor Dadang Danubrata, aksi itu merupakan bentuk spontan. Dia juga membantah ada aksi anarkis yang dilakukan para kader PDIP. Dadang memastikan, aksi itu bukan instruksi resmi dari DPC. (aik/ams)