"Kami telah menerjunkan personel PPNS untuk menyelidiki kasus informasi palsu soal bom oleh salah satu penumpang Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta. Nantinya dari hasil penyelidikan tersebut, kita akan dapat menentukan sanksi hukum yang sesuai bagi penyebar informasi palsu," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Baitul Ihwan dalam keterangannya, Selasa (29/5/2018).
Baca juga: Canda Bom di Lion Air Berujung Tersangka |
Baitul menyatakan, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah meminta personel PPNS untuk mengusut tuntas dan sangat berharap kepolisian menindaklanjuti kejadian itu sebagai implementasi UU Penerbangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baitul menyebut, akibat kejadian ini, timbul kerugian yang tak sedikit.
"Kejadian ini tentunya mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Selain keterlambatan penerbangan, kerugian moril-materiel, bergesernya jadwal penerbangan maskapai lain, dan juga security awareness," ucap Baitul.
Dijelaskan Baitul, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tindakan menyampaikan informasi palsu yang membahayakan penerbangan ialah terlarang. Baitul berharap pelaku dipenjara.
"Ini semua sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Di pasal 344 disebutkan tindakan ini dilarang karena membahayakan penerbangan. Bahkan di pasal 437 pelaku dapat dituntut dengan pidana penjara paling lama satu tahun," jelasnya.
Frantinus Nirigi (26), penumpang Lion Air rute penerbangan Pontianak-Jakarta yang mengaku membawa bom kini telah berstatus tersangka. Tak hanya itu, Frantinus juga langsung ditahan.
"Betul yang bersangkutan sudah berstatus tersangka. Sudah (ditahan)," kata Kapolda Kalbar Irjen Didi Haryono saat dihubungi detikcom hari ini.
Frantinus mengaku membawa bom dalam pesawat Lion Air JT 687. Akibat ulahnya itu, Frantinus terancam hukuman 8 tahun penjara.
"Pelaku diancam dengan Pasal 437 (2) UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dengan ancaman hukuman pidana 8 tahun," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen M Iqbal dalam keterangannya, Selasa (29/5). (gbr/abw)











































