"Kalau yang sudah deradikalisasi 100 persen. Yang kita kasih program deradikalisasi itu adalah orang-orang yang berstatus narapidana dan mantan narapidana beserta keluarganya," kata Suhardi saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Terhadap status tersangka, kata Suhardi, pihaknya belum bisa menjangkau. Sebab, kata Suhardi, seseorang itu tetap patut diduga tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di lapas kita kasih asesmen, tingkat berapa ini dia. Nah, dari situ kita evaluasi," sambungnya.
Suhardi mengatakan ada 800 narapidana teroris yang sudah diberi program deradikalisasi hingga saat ini. Program ini sendiri telah dilakukan sejak 2012.
"Perinciannya ini, 630 orang dari mantan napi terorisme yang sudah keluar dari lapas. Dari 630 itu, 325 orang sudah ikut program deradikalisasi. Di luar itu belum," katanya.
"Program ini kan mulai 2012. Jadi dia keluar sebelum kita mulai program ini. Dan di antara 300 lebih yang belum kena deradikalisasi itu mengulangi perbuatannya kembali tiga orang, yakni Cicendo, Thamrin, dan Samarinda. Mereka ini mantan napi terorisme, mengulangi perbuatannya, dan belum kena program deradikalisasi. Yang sudah kena program deradikalisasi, tidak satu pun yang mengulangi perbuatannya," tambahnya.
Ia juga menyatakan ada 128 mantan napi terorisme yang masuk ke BNPT. Mereka menyebarkan paham-paham antiradikalisme.
"Sebagai mantan kombatan, mereka menetralkan. Itu yang saya sampaikan sekarang ini. Keluarganya pun sudah kita akses. Sudah ada 800 orang lebih ya. 325 ditambah, sisanya berarti berapa tuh? 500 orang keluarganya kita akses. Alhamdulillah bagus. Mereka termasuk yang mengecam kejadian-kejadian kemarin ini," jelasnya.
Untuk yang yang baru pulang dari Suriah, Suhardi mengakui memang masih ada kendala. Sebab, mereka banyak yang belum berstatus narapidana teroris.
"Sekarang mereka kan belum berstatus napiter (napi terorisme). Itu masalahnya. Yang di Bambu Apus itu kan cuma satu bulan. Mereka belum dikenai program lanjutan," katanya.
BNPT Minta Kementerian dan Lembaga Evaluasi Pegawai
BNPT juga meminta kementerian serta lembaga mengevaluasi pegawai. Tujuannya, untuk mencegah masuknya paham radikal.
"Diharapkan masing-masing kementerian juga melakukan langkah serupa. Coba diasesmen lagi, sampai sejauh mana tingkat itu. Entah pegawainya, entah apanya, sehingga ada produk dari masing-masing kementerian untuk mengevaluasi dirinya masing-masing juga," kata Suhardi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Kalau pendidikan kan khusus Kementerian Pendidikan. Tapi kan tidak tertutup kemungkinan paham-paham itu tidak hanya di pendidikan. Ya, kan? Kementerian yang lain juga mungkin. Namanya juga ideologi, pemahaman," tambahnya.
Ia juga menyatakan para WNI yang baru pulang dari Suriah perlu ikut program deradikalisasi. Namun hal itu harus dilakukan secara sukarela.
"Perlu. Umpamanya mereka mantan napiter, mereka ikut. Kan nggak ada pemaksaan. Pemaksaan bisa nggak kira-kira? Orang dipaksa nggak bisa. Kalau mereka ini mau, dengan sukarela kita akan dekati," ujarnya.
Berikutnya, ia menyatakan dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme nantinya akan diatur aspek pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi, termasuk korban. Dia mengatakan selama ini tiga aspek tersebut belum diatur.
"Kan belum diatur selama ini. Dalam perspektif ini, korban juga bukan korban itu (korban masyarakat), tapi juga korban aparat keamanan, perlu perlindungan. Ada kompensasi juga. Itu bentangannya jadi tiga dimensi itu," katanya. (jor/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini