Dulu Aktivis Jalanan, Kini Sekretaris Profesional

20 Tahun Reformasi

Dulu Aktivis Jalanan, Kini Sekretaris Profesional

Aryo Bhawono - detikNews
Senin, 21 Mei 2018 09:47 WIB
Komala Sari dan Savic Ali (Kolase foto: Andhyka Akbariansyah)
Jakarta -

Komala Sari tak pernah melupakan pengalamannya pertama kali berorasi saat gerakan reformasi 1998 bergulir. Ia bersama empat kawannya dari Lembaga Pendidikan Kejuruan (LPK) Tarakanita baru saja bergabung dengan Forum Kota (Forkot) yang digelar di Tugu Proklamasi, Jakarta pada medio 1998.

Tawaran orasi yang disodorkan diselingi ejekan karena LPK Takanita adalah lembaga pendidikan untuk sekretaris. Cibiran terdengar dari kerumunan demonstran. Kehadiran mahasiswa LPK Tarakanita ikut demonstrasi karena harga lipstik ikut-ikutan naik sebagai dampak krisis moneter. Empat rekan Kokom, begitu ia disapa, hanya menunduk,

"Padahal ada anggota senat yang tingkat tiga tapi tidak ada yang berani. Kalau tidak maju kan malu. Nah, kalau ditantang begitu reflek saya adalah mendongak. Sayalah yang ditunjuk. Sumpah, rasanya mau pingsan," tuturnya mengenang saat berbincang dengan detik.com, Rabu (16/5/2018).

Kokom saat itu masih duduk di semester awal. Ia sudah berniat berkontribusi dalam gerakan mahasiswa. Awalnya ia bergabung dengan relawan yang dipimpin oleh Romo Sandyawan Sumardi namun kemudian beralih ke Forkot pada akhir 1997.

Organisasi gerakan mahasiswa ini cukup militan dan terkenal dengan aksi yang kerap berujung bentrok bila berhadapan dengan aparat. Mahasiswa dari LPK Tarakanita yang seluruhnya perempuan pun selalu membawa pakaian cadangan berupa celana panjang dan sepatu kets kalau turut demonstrasi karena mereka diwajibkan memakai rok jika masuk kampus.

Namun citra aksi radikal yang dialamatkan ke Forkot membuat sebagian mahasiswa kemudian enggan bergabung. Kokom dan rekan-rekannya kemudian beralih ke Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred) sejak September 1998. Ia menjadi simpul kampus LPK Tarakanita yang beranggotakan sekitar 700 mahasiswi.

Pernah suatu ketika Kokom memprotes gelar rapat yang selalu dilakukan pada pukul 2 atau 3 pagi. Namun protes ini ditanggapi dengan dingin oleh aktivis Famred, Adian Napitupulu. Adian kini menjadi politisi di DPR lewat PDI Perjuangan. "Adian bilang, kalau tak kuat lebih baik pulang dan saya beri bawang," ujar Kokom.

Selepas aksi mahasiswa menekan Presiden BJ Habibie menggelar pemilu terlaksana, aktivitas Kokom dalam gerakan mahasiswa-pun mulai surut. Ia memilih untuk segera menyelesaikan kuliahnya dan membangun karier di dunia profesional.

"Begitu saya menginjak kuliah tingkat tiga lalu Megawati Soekarnoputri naik menjadi presiden. Menurut sebagian kami lebih baik berfokus menjaga demokrasi tidak harus turun ke jalan. Semua orang tentu memiliki tanggung jawab keluarga dan sosial, saya kemudian memilih berkarier di profesional," terangnya.

Selang beberapa bulan kemudian Kokom lulus dan mendapat pekerjaan menjadi sekretaris di perusahaan swasta. Karier ini terus ditekuninya hingga menjabat sebagai eksekutif assitance untuk ceo bank asing.

Langkah yang ditempuh Kokom juga dilakoni mantan aktivis Forkot, Savic Ali. Ia kini memilih menggeluti bidang penerbitan dan media.

Dulu, saat masih mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakara selain ikut membidani gerakan mahasiswa bernama Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), juga mendirikan jaringan nasional yang mengisi gerakan dengan pendidikan politik pasca reformasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasca pendirian gerakan itu, ia bergelut dengan dunia penelitian dan penerbitan. Latar belakangnya sebagai santri mendudukkannya sebagai Pemimpin Redaksi website pemberitaan milik Nahdlatul Ulama (NU), nu.or.id. Selain itu ia tengah membangun situs berita islami.co.

"Pendirian media NU ini karena dulu banyak situs-situs yang berisi ajaran islam garis keras. Website NU sendiri awalnya hanya semacam media internal NU kemudian berkembang menjadi website berita islam moderat ala NU," jelasnya.

Sementara Aldi Garibaldi kini menjadi Senior Associate Director Collier Internasional. Saat gerakan reformasi, mahasiswa arsitektur Universitas Indonesia itu pernah terlibat dalam aksi pendudukan gedung DPR-MPR beberapa hari menjelang Soeharto lengser.

Tapi berbeda dengan Kokom dan Savic yang menghidupi organisasi gerakan, Aldi hanya turut serta ketika aksi-aksi mahasiswa dilakukan. Bahkan ketika pendudukan DPR-MPR tengah berlangsung, ia sebetulnya tengah mempersiapkan keberangkatan lomba basket antar kampus dan dibatalkan demi ikut aksi. Aktivitasnya turut berdemonstrasi-pun selesai begitu Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998.

"Saya turut aksi ya karena kekuasaan sudah tidak benar. Apalagi waktu itu salah satu korban peristiwa Semanggi adalah sepupu saya yang sama-sama tinggal di Cempaka putih. Dia namanya Heri Hertanto biasa dipanggil Heri bajaj," jelasnya.

(ayo/jat)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads