Menurut Yorrys, pernyataan Fayakhun kepada penyidik KPK itu janggal. Yorrys menyebut uang tersebut dikatakan diberikan beberapa bulan setelah Fayakhun terpilih pada 2016.
"Sekarang gini, dia minta dukungan kepada saya untuk mendukung dia jadi Ketua Golkar DKI bulan April. Tapi uang yang dia kasih ke saya Rp 1 miliar itu bulan Juni. Anda minta dukungan, masak bayar setelah jadi sekian bulan? Itu kan nggak mungkin. Jadi secara logika itu nggak mungkin," ungkap Yorrys setelah diperiksa di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (14/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan saya tanya, kira-kira berupa apa rupiah, dolar, atau apa, nggak ada yang tahu. Terus yang ngasih itu sopir dia namanya Agus. Agus (kemudian uang) diserahkan kepada orang saya, ajudan saya katanya, atau sopir. Saya tanya siapa, sopir saya ada dua, ajudan saya ada dua, yang mana? Nggak tahu juga katanya," tutur dia.
Yorrys juga mengaku tidak punya kedekatan khusus dengan Fayakhun. Selain itu, Yorrys menyebut ada sejumlah nama politikus Golkar yang disebut menerima uang dari Fayakhun untuk kepentingan yang sama, antara lain ada nama Menteri Sosial Idrus Marham serta Ketua Banggar sekaligus Ketua Fraksi Golkar saat itu, Kahar Muzakkir. Mereka yang namanya disebut Fayakhun, masih menurut Yorrys, juga seharusnya diperiksa hari ini.
"Banyak katanya (yang disebut Fayakhun menerima uang). Antara lain Pak Idrus, cuma nggak bisa datang. Terus Pak Freddy, terus, ada beberapa itu," sebutnya.
"Termasuk Kahar Muzakkir?" tanya wartawan.
"Ya, Ketua Fraksi," jawabnya.
Yorrys menyebut ada 14 pertanyaan yang diajukan penyidik untuk mengklarifikasi pernyataan Fayakhun, termasuk soal kasus Bakamla. Dia lalu menyarankan penyidik menelusuri kasus itu hingga ke internal Golkar, salah satunya kepada Ketua Banggar saat itu.
"Kahar (Muzakkir) kan Ketua Banggar pada saat itu. Kemudian (telusuri) Bendahara Fraksi kan, yang kemudian menjadi Bendahara Umum, Saudara Robert Kardinal. Karena kalau menyangkut uang dari anggaran itu kan mengalirnya kan ke situ, Banggar, Ketua Fraksi, Bendahara Fraksi, itu yang paling tahu persis mengenai bagaimana mekanisme-mekanisme," tuturnya.
Yorrys sendiri menyebut sudah tidak berada di DPR lagi ketika anggaran Bakamla dibahas. Mulanya, lanjut dia, Bakamla dibahas di Komisi XI, tetapi mengalami perubahan dan dibawahkan Komisi I.
"Kalau Bakamla dulu Komisi XI kemudian Kamla (dibawahkan) Komisi I ya kan, ada perubahan-perubahan sesuai MD3 yang baru dan saya sudah tidak berada di DPR," ucapnya.
Sementara itu, dari agenda pemeriksaan saksi dan tersangka yang dirilis KPK hari ini, tidak tercantum nama Yorrys Raweyai. Hingga kini KPK belum memberi konfirmasi soal kedatangan Yorrys.
Dalam perkara ini, Fayakhun diduga menerima fee 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp 1,2 triliun atau senilai Rp 12 miliar. Selain itu, dia diduga menerima USD 300 ribu. KPK menduga pemberian suap terkait kewenangan Fayakhun sebagai anggota DPR dalam proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P tahun anggaran 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini