Ia mengatakan, usai bertemu dengan Grand Skeikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Mohamed Tayeb dan Grand Mufti Mesir Prof. Dr. Shawki Allam, kurikulum ini perlu mendapatkan masukan mulai dari ormas, tokoh agama, ulama, kemudian juga tokoh pengamat sosial dan sebagainya. Kurikulum ini dibuat untuk menangkal radikalisme dan cita-cita perdamaian antar umat khususnya di Indonesia.
"Islam moderat dan toleran harus dilakukan sejak dini dan anak-anak kita dari TK, SD sampai ke universitas. Ini jadi tanggung jawab kita semua dalam melaksanakan hal (harus) bergotong royong," kata Puan saat berkunjung ke Matla'ul Anwar di Menes, Pandeglang, Banten, Minggu (29/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksanaan kurikulum ini juga menurutnya tidak bisa instan. Oleh sebab itu, masukan dari semua pihak akan digodok terlebih dahulu. Kapan tepatnya akan dilaksanakan, Puan sendiri belum memiliki target kapan kurikulum ini akan selesai untuk diterapkan.
"Di Indonesia tentu melalui kurikulumnya akan kita kaji dengan diskusi mendalam terlebih dahulu. Belum ada target, baru satu masukan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Mendikbud Muhadjir Effendi mengatakan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya adalah Islam moderat yang ia menyebutnya Islam tengahan. Untuk masuk dalam kurikulum sendiri, ini menurutnya masih jadi wacana.
Karena pendidikan agama, ada di bawah kewenangan Kementerian Agama. Bahkan, di sekolah umum pun, guru agama menurutnya ada di bawah kewenangan kementerian tersebut.
"Masih wacana, kita kan sudah lama memposisikan Indonesia ini sudah Islam moderat, Islam tengahan," ujarnya kepada wartawan di tempat yang sama.