Berdasarkan UU Perlindungan Anak, usia anak yaitu 18 tahun ke bawah. Namun dalam UU Perkawinan, batas minimal menikah adalah 18 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Atas fakta hukum itu, sekelompok masyarakat meminta MK menaikkan batas minimal menikah.
Namun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima permohona itu dengan alasan kewenangan membatasi usia pernikahan adalah kewenangan legislatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MK, tiap negara memiliki batas usia pernikahan yang berbeda-beda. Tidak bisa disamaratakan, antara negara satu dengan negara lainnya. Pembatasan usia ini sangat tergantung dengan perkembangan teknologi, kesehatan, sosial, budaya, dan ekonomi, serta aspek lainnya,
"Jika Mahkamah diminta untuk menetapkan batas usia minimal tertentu sebagai batas usia minimal yang konstitusional, Mahkamah justru membatasi adanya upaya perubahan kebijakan oleh negara untuk menentukan yang terbaik bagi warga negaranya sesuai dengan perkembangan peradaban dari setiap masa atau generasi, yang dalam hal ini terkait dengan kebijakan menentukan batas usia minimal kawin," papar MK dalam sidang pada 18 Juni 2015.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Pertimbangan hukum di atas, telah nyata bahwa kebutuhan untuk menentukan batasan usia perkawinan khususnya untuk perempuan adalah relatif menyesuaikan dengan perkembangan beragam aspek baik itu aspek kesehatan hingga aspek sosial-ekonomi. Bahkan, tidak ada jaminan yang dapat memastikan bahwa dengan ditingkatkannya batas usia kawin untuk wanita dari 16 tahun menjadi 18 tahun, akan semakin mengurangi angka perceraian, menanggulangi permasalahan kesehatan, maupun meminimalisir permasalahan sosial lainnya," papar MK.
Putusan MK ini tidak bulat. Hakim konstitusi Maria Farida Indarti setuju dengan pemohon untuk segera mengubah batas minimal menikah. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini