"Trauma buat ketemu semua orang," kata M dalam program Mata Najwa yang disiarkan Trans7, Rabu (11/4/2018).
Penelanjangan itu terjadi pada November 2017. R dan M dituduh berbuat mesum di kontrakan. Kedua korban akhirnya menikah pada 21 November 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
M dan R saat ini mengaku kondisi mereka sudah lebih baik. Namun, mereka masih didampingi kepolisian.
"Alhamdulillah sudah baikan," kata M.
R dan M sama-sama belum kembali beraktivitas atau bekerja. Mereka memilih menenangkan diri terlebih dahulu.
"Saat ini belum kembali (bekerja)," ujar R.
Kapolresta Tangerang AKBP Sabilul Alif mengatakan R dan M hingga kini masih menjalani trauma healing. Dia menekankan, menuduh tanpa bukti merupakan hal yang bahaya.
"Saya ingin sampaikan, pertama adalah situasi kebatinan korban sampai saat ini masih kita trauma healing," ujar Sabilul.
Sementara itu, N, orang tua R, menyerahkan kasus ini ke proses hukum. Dia ingin pelaku dihukum setimpal.
"Terserah pengadilan yang itu masalah hukumannya, yang setimpal saja," ujarnya.
N berharap kasus ini menjadi yang terakhir. Dia ingin tidak ada lagi yang jadi korban persekusi.
"Kalau bisa, cukup ini saja kejadian ini. Untuk ke depannya di Indonesia tak ada lagi persekusi seperti yang keluarga saya alami. Karena negara kita negara hukum, semua ada aturan dan hukumnya," ujar N.
Polisi kemudian menangkap enam orang dan menetapkan mereka sebagai tersangka. Keenamnya juga telah dituntut hukuman di pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
Berikut tuntutan terhadap para terdakwa:
1. Komarudin (ketua RT), dituntut 7 tahun bui
2. Gunawan (ketua RW), dituntut 2 tahun bui
3. Nuryadi (warga), dituntut 4 tahun bui
4. Iis Suparlan (warga), dituntut 4 tahun bui
5. Suhendang (warga), dituntut 4 tahun bui
6. Anwar Cahyadi (warga), dituntut 4 tahun bui.
Para terdakwa disebut melanggar Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, Pasal 335 KUHP tentang Pembiaran, dan Pasal 29 UU Pornografi. (idh/ear)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini