"Menurut UU TPPU kita, Pasal 3, 5, 10 memungkinan. Jadi tindak pidananya di luar negeripun ketika terjadi penyamaran dan penyimpanan di Indonesia, itu bisa juga dilakukan tindakan," jelas Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Kombes Daniel TM Silitonga di Hotel Diradja, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/2018).
"Undang-undang kita sangat powerfull dan bagus. Tetap bisa (dilakukan penyitaan) untuk yang menyembunyikan, menyamarkan mentransfer. Di Indonesia itu tetap bisa ditindak, yang penting hasil kejahatan," tegas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daniel juga menyampaikan Polri memiliki hubungan baik dengan FBI. Polri menyebut FBI banyak membantu kerja Polri dan sebaliknya.
"Hubungan kita dengan FBI sudah sangat erat. Kita sudah banyak dibantu oleh mereka dan otomatis secara timbal balik kita mempunyai beban. Saling menghargai dan membantulah. Ada beberapa permintaan mereka yang harus kami fasilitasi," jelas Daniel.
"Di UU Nomor 1/2016 (tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana) membuka slot bagi kami untuk, apabila ada hubungan erat antara kami dengan FBI atau suatu negara, dapat dilakukan itu. Selama tidak merugikan," sambung Daniel.
Hal itu diterangkan Daniel untuk menanggapi pendapat kuasa hukum Equanimity, Andi F Simangungsong. Andi, pada sidang perdana praperadilan kemarin (9/4), mengatakan salah satu ketidaksahkan penyitaan yatch karena kasus asalnya belum diproses di Malaysia.
Andi juga mengatakan penyitaan tak memenuhi syarat. Syarat itu di antaranya adanya kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan pidana di AS dan adanya permintaan tertulis dari pemerintah AS kepada pemerintah Indonesia termasuk permohonan sita ke pengadilan harus diajukan Kapolri atau Jaksa Agung.
"Dalam perkara ini, penyitaan atas objek sita dilakukan tanpa memenuhi seluruh persyaratan tersebut," sambung Andi.
Surat perintah penyitaan dari pengadilan di AS yang dijadikan alasan termohon melakukan penyitaan disebut masuk ranah perdata. Selain itu, pihak yang mengajukan izin penyitaan adalah Bareskrim Ditipideksus, bukan Kapolri.
Yacht diamankan Bareskrim Polri di Tanjong Benoa, Bali, pada Rabu (28/2), atas permintaan FBI. Kapal senilai Rp 3,5 triliun itu memasuki wilayah Indonesia sejak November 2017 dengan berlayar ke Sorong, Raja Ampat, NTB, NTT, Bali, dan Maluku. Sang nakhoda yang bernama Kapten Rolf juga dengan sengaja mematikan sistem navigasi untuk menghindari pengejaran FBI.
Kapal yang terdaftar di Kepulauan Cayman ini diduga hasil pencucian uang kasus korupsi 1 Malaysian Development Berhad (1MDB) oleh pengusaha Jho Low.
(aud/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini